Ekstradisi Paulus Tannos: Kemenkumham Percepat Proses dari Singapura
Kemenkumham sedang mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura terkait kasus korupsi KTP elektronik, dengan target penyelesaian sebelum 3 Maret 2025, berkoordinasi dengan KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu.
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tengah gencar mempersiapkan dokumen untuk ekstradisi Paulus Tannos, buronan kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), dari Singapura. Proses ini menjadi sorotan publik mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa terdapat tenggat waktu 45 hari untuk melengkapi berkas pengajuan ekstradisi, sehingga paling lambat 3 Maret 2025 semua dokumen harus diajukan. Namun, beliau memastikan prosesnya akan dipercepat dan tidak akan menunggu hingga batas waktu tersebut. "Ya, dalam waktu dekat," ujar Supratman.
Setelah dokumen lengkap, pengajuan ekstradisi akan diproses di pengadilan Singapura. Pemerintah Indonesia, menurut Menkumham, tidak bisa ikut campur dalam proses persidangan di Singapura. Proses hukum di sana akan berjalan sesuai sistem peradilan mereka, termasuk kemungkinan banding setelah putusan pengadilan tingkat pertama.
Meskipun demikian, Menkumham optimis proses ekstradisi akan berjalan lancar. Hal ini didukung oleh koordinasi intensif antar lembaga, termasuk Kemenkumham, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Sebuah tim gabungan dari kelima lembaga tersebut dibentuk untuk mempercepat proses. Kerja sama antar lembaga ini diharapkan mampu mengatasi hambatan dan memperlancar jalannya ekstradisi.
Indonesia, berdasarkan pengalaman sebelumnya, telah melakukan ekstradisi terhadap empat orang yang terlibat kasus di dalam negeri. Namun, ekstradisi Tannos merupakan yang pertama kalinya dilakukan dengan Singapura, setelah kedua negara menandatangani perjanjian ekstradisi pada tahun 2022 dan diratifikasi pada tahun 2023.
Menariknya, Indonesia sendiri telah menyelesaikan proses ekstradisi sebanyak 20 kali atas permintaan negara lain. Hal ini menunjukkan pengalaman dan kapabilitas Indonesia dalam menangani kasus-kasus ekstradisi internasional.
Kasus korupsi KTP-el sendiri melibatkan beberapa tersangka, termasuk Paulus Tannos, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 13 Agustus 2019. Tannos, bersama dengan tiga tersangka lainnya, diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,3 triliun.
Paulus Tannos, sejak ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 19 Oktober 2021, diduga telah melarikan diri ke luar negeri dan mengubah identitasnya. Ekstradisinya menjadi langkah penting dalam upaya penegakan hukum dan pemulihan kerugian negara.