Fakta Hukuman Berat: Kejari Aceh Selatan Tuntut 7-8 Tahun Penyelundup Imigran Rohingya
Kejaksaan Negeri Aceh Selatan menuntut 7-8 tahun penjara bagi empat terdakwa kasus penyelundupan imigran Rohingya. Terungkap modus kejahatan dan ancaman denda miliaran rupiah.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Selatan baru-baru ini menuntut hukuman berat bagi empat terdakwa kasus penyelundupan imigran Rohingya. Tuntutan ini berkisar antara 7 hingga 8 tahun penjara, menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam memberantas kejahatan transnasional ini. Persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, menjadi sorotan publik.
Keempat terdakwa yang menjadi target tuntutan JPU adalah Faisal, Ruslan, Abizar, dan Ilhamdi. Mereka diketahui merupakan warga dari Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Barat Daya. Kasus ini mencerminkan upaya pemerintah Indonesia untuk menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan penyelundupan manusia, terutama terkait isu kemanusiaan yang melibatkan imigran Rohingya.
Tuntutan pidana tersebut tidak hanya mencakup hukuman penjara, tetapi juga denda finansial yang signifikan. Langkah ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa di masa mendatang. Kejari Aceh Selatan berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum, khususnya yang berkaitan dengan keimigrasian dan tindak pidana pencucian uang, akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kronologi Penuntutan dan Identitas Terdakwa Penyelundupan Imigran Rohingya
Tuntutan terhadap empat terdakwa penyelundupan imigran Rohingya dibacakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari Yunasrul, Ardiansyah, dan Hari Vernanda Sirait. Pembacaan tuntutan ini dilaksanakan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tapaktuan pada Rabu petang. Proses hukum ini menjadi bukti nyata komitmen Kejari Aceh Selatan dalam menindak tegas kejahatan lintas batas.
Secara spesifik, JPU menuntut terdakwa Abizar dengan hukuman pidana penjara selama 8 tahun. Sementara itu, tiga terdakwa lainnya, yakni Faisal, Ruslan, dan Ilhamdi, masing-masing dituntut dengan hukuman 7 tahun penjara. Keempat terdakwa ini diidentifikasi sebagai warga lokal, berasal dari Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Barat Daya, menunjukkan adanya keterlibatan pihak domestik dalam jaringan penyelundupan.
Selain pidana penjara, JPU juga mengajukan tuntutan denda sebesar Rp1 miliar untuk setiap terdakwa. Apabila denda tersebut tidak dapat dibayar, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan. Tuntutan ini bertujuan untuk memberikan sanksi finansial yang berat, di samping hukuman badan, agar pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya.
Jerat Hukum Berlapis bagi Pelaku Kejahatan Imigrasi
JPU menyatakan bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar sejumlah pasal dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia. Pelanggaran utama yang dituduhkan adalah memasukkan warga negara asing ke wilayah Indonesia melalui perairan Kabupaten Aceh Selatan tanpa dokumen yang sah dan tanpa melalui pemeriksaan keimigrasian yang semestinya. Hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap kedaulatan negara.
Pasal-pasal yang dilanggar oleh para terdakwa meliputi Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 2 Ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Keterlibatan dalam TPPU menunjukkan adanya motif ekonomi di balik aksi penyelundupan imigran Rohingya ini.
Lebih lanjut, para terdakwa juga dijerat dengan Pasal 323 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran jo Pasal 55 KUHP. Kombinasi pasal-pasal ini menunjukkan bahwa kejahatan penyelundupan imigran Rohingya merupakan tindak pidana kompleks yang melibatkan berbagai aspek hukum. Tuntutan berlapis ini menegaskan keseriusan aparat dalam memberantas kejahatan terorganisir yang merugikan negara dan mengancam keamanan.