Fakta Unik: Empat WBP Lapas Ambon Terima Amnesti Presiden, Solusi Atasi Overcrowding?
Empat warga binaan pemasyarakatan di Lapas Ambon menerima amnesti dari Presiden, sebuah langkah penting dalam mengatasi kepadatan lapas dan memberikan kesempatan kedua.

Empat warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Ambon menerima amnesti atau pengampunan hukuman dari Presiden Republik Indonesia. Keputusan penting ini diumumkan pada Sabtu, 2 Agustus, menandai langkah signifikan dalam sistem pemasyarakatan nasional. Pemberian amnesti ini diharapkan membawa perubahan positif bagi para penerima.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengatasi persoalan kelebihan kapasitas atau overcrowding yang kerap melanda lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Selain itu, amnesti juga menjadi bentuk pertimbangan kemanusiaan yang diberikan negara. Ini menunjukkan kepercayaan terhadap WBP untuk kembali berkontribusi positif di masyarakat.
Amnesti yang diterima oleh WBP Lapas Ambon ini didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2025. Keppres tersebut secara nasional memberikan amnesti kepada total 1.178 narapidana dan anak binaan. Proses ini menegaskan komitmen pemerintah dalam reformasi sistem pemasyarakatan.
Detail Pemberian Amnesti di Lapas Ambon
Pemberian amnesti kepada empat warga binaan di Lapas Kelas II A Ambon menjadi sorotan utama. Keputusan ini merupakan implementasi dari Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2025. Keppres tersebut secara kolektif memberikan pengampunan kepada 1.178 narapidana dan anak binaan di seluruh Indonesia. Ini menunjukkan skala program amnesti yang luas.
Dari empat WBP yang menerima amnesti di Lapas Ambon, tiga di antaranya merupakan mantan pengguna narkotika. Sementara itu, satu WBP lainnya menerima amnesti karena menderita sakit berkepanjangan. Kriteria ini menunjukkan adanya pertimbangan khusus dalam pemberian pengampunan hukuman.
Meskipun empat WBP menerima amnesti, dua di antaranya telah lebih dahulu bebas melalui program Pembebasan Bersyarat (PB). Dengan demikian, hanya dua WBP yang secara langsung menerima Surat Keputusan Presiden Prabowo. Proses ini memastikan bahwa amnesti diberikan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Proses Seleksi dan Transparansi Amnesti
Proses pemberian amnesti ini dilakukan dengan sangat transparan dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik (Binadik) Lapas Ambon, Meky Patty, menegaskan pentingnya asesmen ketat. Setiap WBP yang diusulkan harus melalui tahap evaluasi mendalam oleh tim pemasyarakatan.
Meky Patty menjelaskan bahwa proses ini tidak dilakukan secara sembarangan. Warga binaan yang diusulkan untuk menerima amnesti harus memenuhi beberapa kriteria ketat. Kriteria tersebut meliputi evaluasi perilaku, partisipasi aktif dalam program pembinaan, serta rekomendasi dari tim psikologi dan pembimbing kemasyarakatan. Ini memastikan kelayakan penerima.
Pentingnya proses seleksi yang ketat ini adalah untuk memastikan bahwa amnesti yang diberikan benar-benar berdampak positif. Tujuannya bukan sekadar pengurangan masa hukuman, melainkan perubahan perilaku dan kesiapan WBP untuk kembali ke masyarakat. Harapannya, mereka dapat menjadi individu yang produktif dan tidak mengulangi kesalahan.
Amnesti sebagai Bagian dari Reformasi Pemasyarakatan
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pemasyarakatan (Ditjenpas) Maluku, Ricky Dwi Biantoro, menambahkan bahwa pemberian amnesti ini merupakan bagian integral dari 13 program akselerasi. Program-program ini dicanangkan oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan. Tujuannya adalah menciptakan sistem pemasyarakatan yang lebih humanis dan berkeadilan bagi seluruh warga binaan.
Langkah strategis ini juga bertujuan untuk membenahi kondisi lapas yang seringkali penuh sesak atau overcrowded. Kondisi ini menjadi tantangan serius bagi sistem pemasyarakatan di Indonesia. Dengan mengurangi jumlah penghuni melalui amnesti, diharapkan kondisi lapas dapat menjadi lebih kondusif dan layak huni. Ini mendukung proses pembinaan yang efektif.
Selain itu, amnesti juga merupakan upaya konkret untuk memberikan ruang rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi warga binaan. Ini memungkinkan mereka untuk kembali ke masyarakat dengan bekal yang cukup. Harapannya, mereka dapat beradaptasi dan berkontribusi secara positif. Inisiatif ini mencerminkan komitmen pemerintah terhadap hak asasi manusia dan keadilan.