Gubernur Papua Barat Daya Desak DPR RI Tinjau Ulang Kepemilikan Tiga Pulau Raja Ampat
Gubernur Papua Barat Daya meminta DPR RI meninjau kembali kepemilikan Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas yang kini berada di Maluku Utara, karena pulau-pulau tersebut dihuni penduduk asli Papua dan secara administratif masuk wilayah Raja Ampat.

Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk meninjau ulang status kepemilikan tiga pulau di Kabupaten Raja Ampat yang saat ini berada di bawah administrasi Provinsi Maluku Utara. Permintaan ini disampaikan menyusul sengketa kepemilikan yang telah berlangsung lama dan berdampak pada masyarakat asli Papua yang mendiami pulau-pulau tersebut.
Tiga pulau yang dimaksud adalah Pulau Sain, Pulau Piyai, dan Pulau Kiyas. Ketiga pulau ini secara geografis berbatasan langsung dengan Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. Namun, penduduknya merupakan masyarakat asli Papua, dan secara administratif, pulau-pulau ini termasuk dalam gugusan kepulauan Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Sengketa ini merupakan persoalan lama yang berlarut sejak Provinsi Papua Barat masih berdiri.
"Ketiga pulau itu penduduknya adalah masyarakat orang asli Papua," jelas Gubernur Kambu di Sorong, Senin. Beliau menekankan pentingnya mengembalikan pulau-pulau tersebut ke Papua Barat Daya, mengingat aspek historis, budaya, dan keadilan bagi masyarakat yang tinggal di sana.
Sengketa Pulau dan Permintaan Peninjauan Ulang
Persoalan kepemilikan Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas awalnya menjadi sengketa antara Provinsi Papua Barat dengan Kabupaten Halmahera Tengah. Ketiga pulau tersebut diklaim sebagai wilayah Provinsi Maluku Utara di Halmahera Tengah. Namun, berdasarkan administrasi pemerintahan, pulau-pulau ini berada dalam wilayah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian dan berpotensi menimbulkan konflik.
Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya mengajukan usulan kepada Komisi II DPR RI untuk meninjau ulang Pembakuan Rupa Bumi sesuai Peraturan Badan Informasi Geospasial (BIG). Tujuannya adalah untuk memastikan Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas kembali menjadi bagian dari Kabupaten Raja Ampat. Hal ini didasarkan pada bukti-bukti administrasi dan kondisi geografis yang menunjukkan bahwa pulau-pulau tersebut seharusnya berada di bawah administrasi Papua Barat Daya.
Gubernur Kambu menjelaskan, "Tiga pulau itu hilang dari Raja Ampat waktu masih berada di Papua Barat. Waktu rapat terakhir itu Papua Barat tidak hadir, sehingga dianggap menyetujui ketiga pulau itu masuk Maluku Utara." Pernyataan ini menyoroti pentingnya kehadiran dan partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait batas wilayah.
Beliau berharap Komisi II DPR RI dapat mempertimbangkan kembali keputusan sebelumnya dan mengembalikan status kepemilikan ketiga pulau tersebut kepada Papua Barat Daya. Hal ini penting untuk menjaga keadilan, integritas wilayah, dan kesejahteraan masyarakat asli Papua yang tinggal di pulau-pulau tersebut.
Konteks dan Harapan Ke Depan
Kepemilikan pulau-pulau ini bukan hanya masalah administrasi semata, tetapi juga menyangkut hak-hak masyarakat asli Papua yang tinggal di sana. Penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat. Proses peninjauan ulang ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan menyelesaikan sengketa yang telah berlangsung lama.
Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya berharap DPR RI dapat bertindak secara adil dan bijaksana dalam menangani permasalahan ini. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan lembaga terkait, sangat penting untuk memastikan proses peninjauan ulang berjalan lancar dan menghasilkan keputusan yang tepat. Kejelasan status kepemilikan ketiga pulau ini akan memberikan dampak positif bagi stabilitas dan pembangunan di wilayah tersebut.
Dengan mengembalikan kepemilikan ketiga pulau kepada Papua Barat Daya, diharapkan dapat tercipta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan. Hal ini juga akan memperkuat identitas dan kedaulatan wilayah Papua Barat Daya.
Ke depan, penting untuk mencegah terjadinya sengketa serupa dengan memperkuat koordinasi dan komunikasi antar pemerintah daerah dan instansi terkait dalam penetapan batas wilayah. Transparansi dan partisipasi masyarakat juga sangat penting dalam proses pengambilan keputusan terkait batas wilayah.