Gubernur Sulteng Usul Revisi UU Pemerintahan Daerah: Perjelas Peran Gubernur
Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, mendorong revisi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk memperjelas peran ganda gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan kepala daerah.

Palu, 29 April 2024 - Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Anwar Hafid, menyerukan revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini disampaikan dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), gubernur, bupati, dan wali kota di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Usulan ini muncul karena beliau menilai UU tersebut belum sepenuhnya memperjelas posisi dan kewenangan gubernur.
Anwar Hafid menekankan perlunya revisi UU tersebut agar peran ganda gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan kepala daerah dapat dimaksimalkan. "Sudah tiba saatnya Undang-Undang tentang pemerintah daerah direvisi, untuk memperjelas posisi gubernur," tegasnya, seperti dikutip dari siaran kanal Youtube DPR RI. Beliau menjelaskan bahwa saat ini, kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat masih terbatas, terutama pada penyerahan kewenangan dari Kementerian Dalam Negeri. Kementerian lain belum sepenuhnya mendelegasikan kewenangannya kepada gubernur.
Lebih lanjut, Gubernur Anwar Hafid menjelaskan bahwa dualisme peran ini menghambat kinerja optimal gubernur. Menurutnya, "Karena gubernur ada dua badan, sebagai wakil pemerintah pusat dan sebagai kepala daerah. Dua-duanya tidak maksimal." Beliau berharap revisi UU ini dapat memberikan kejelasan dan memperkuat posisi gubernur dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Peran Ganda Gubernur yang Memerlukan Kejelasan
Gubernur Anwar Hafid menjelaskan bahwa peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat perlu diperjelas. Ia menyoroti masih banyak kementerian yang belum mendelegasikan kewenangannya kepada gubernur. "Perlu dipikirkan untuk memperjelas peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat," ujarnya. Ia meyakini, dengan adanya delegasi kewenangan yang lebih luas dari berbagai kementerian, terutama yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat, peran gubernur akan menjadi jauh lebih signifikan.
Di sisi lain, Anwar Hafid juga menyoroti peran gubernur sebagai kepala daerah otonom. Ia mengungkapkan bahwa meskipun gubernur memiliki status sebagai kepala daerah otonom, tetap ada beberapa fungsi otonomi yang belum berjalan optimal. "Gubernur sebagai kepala daerah otonom, diberikan status. Tetapi ada beberapa hal, tidak ada fungsi otonom," ungkapnya.
Sebagai contoh, Anwar Hafid menyinggung keberadaan Dinas Kesehatan di tingkat provinsi yang hanya mengurusi rumah sakit milik provinsi. Puskesmas dan rumah sakit daerah berada di bawah kewenangan bupati dan wali kota. Kondisi ini menunjukkan adanya pembagian kewenangan yang belum sepenuhnya optimal dan perlu ditinjau kembali melalui revisi UU Pemerintahan Daerah.
Harapan Terhadap Revisi UU Pemerintahan Daerah
Revisi UU Pemerintahan Daerah diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi gubernur dalam menjalankan peran ganda tersebut. Dengan adanya revisi, diharapkan akan tercipta sinkronisasi dan sinergi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini akan berdampak positif pada peningkatan pelayanan publik dan percepatan pembangunan di daerah.
Anwar Hafid optimistis revisi UU ini akan membawa perubahan yang signifikan bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Ia berharap revisi tersebut dapat memperkuat posisi gubernur, baik sebagai wakil pemerintah pusat maupun sebagai kepala daerah otonom, sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal demi kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya revisi UU ini, diharapkan akan tercipta sistem pemerintahan yang lebih efektif dan efisien, serta mampu menjawab tantangan pembangunan di era modern. Semoga revisi ini dapat segera terlaksana dan memberikan dampak positif bagi seluruh daerah di Indonesia.