Harlah NU ke-102: Merayakan 'Rumah Bersama' di Tengah Kemajemukan Indonesia
Peringatan Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur dan Jakarta, menunjukkan komitmen NU sebagai 'Rumah Bersama' bagi seluruh warga Indonesia, merangkul perbedaan dan menjaga persatuan dalam keberagaman.
Peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) berlangsung meriah, tak hanya di Jawa Timur, tetapi juga di Jakarta. Puncak perayaan di Jawa Timur dihelat di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo, pada 24 Januari 2025, dihadiri tokoh agama lintas kepercayaan. Peringatan ini istimewa karena NU memperingati usia 102 tahun (kalender Hijriah) dan 99 tahun (kalender Masehi).
Rangkaian acara dimulai sejak 16 Januari 2025 dengan kick off di Kantor PWNU Jatim. Berbagai kegiatan digelar, termasuk Gebyar Jatim Expo Pendidikan dan UMKM, Muktamar Mahasantri Ma'had Aly, dan Rakerwil PWNU Jatim. Acara puncak di Probolinggo juga dimeriahkan oleh Haul Masyayikh dan Harlah ke-76 PPNJ.
Di tingkat nasional, PBNU menyelenggarakan Kongres Pendidikan NU dan Kongres Keluarga Maslahah. Puncaknya adalah Resepsi Harlah di Istora Senayan, Jakarta, yang dihadiri Presiden, Wapres, dan beberapa menteri pada 5 Februari 2025, dilanjutkan dengan Munas Alim Ulama dan Konbes NU pada 6-7 Februari 2025. Perayaan ini menunjukkan NU sebagai organisasi yang terus beradaptasi dengan zaman.
NU: Rumah Bersama bagi Semua
Kehadiran tokoh lintas agama dalam acara Harlah di Probolinggo menjadi sorotan. Wakil Ketua Umum PBNU, Dr. KH Zulfa Musthofa, menggambarkan NU sebagai pohon besar dengan akar kuat dan cabang yang menjulang. Beliau mencontohkan eksistensi PCI NU di berbagai negara, termasuk Jepang, yang memiliki banyak masjid. NU, menurut beliau, berhasil eksis karena menjadi 'Rumah Bersama' bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang latar belakang agama.
Hal ini juga ditegaskan oleh Wakil Rais Aam PBNU, KH Anwar Iskandar, yang menyampaikan 'Tiga Peran NU': menjaga agama, membela negara, dan melayani umat. NU menjaga ajaran agama dengan tetap merujuk pada kitab-kitab salaf, namun juga mengakomodasi ilmu non-agama. NU juga berperan aktif menjaga persatuan dan kedaulatan negara, serta melayani umat melalui pendidikan, kesehatan, pertanian, dan sektor sosial lainnya.
Menghadapi Tantangan Digital dan Perbedaan Pendapat
Di era digital, tantangan NU adalah kecepatan respons terhadap isu-isu masyarakat agar indeks kepuasan tetap tinggi. NU juga perlu menghadapi tantangan perbedaan pendapat, yang di era digital seringkali disalahgunakan untuk saling menyalahkan. Berbeda dengan tradisi NU yang senantiasa menghormati perbedaan pendapat internal, seperti contoh perbedaan pendapat antara KH Faqih Maskumbang dan KHM Hasyim Asy'ari terkait penggunaan kentongan, namun tetap menjaga silaturahmi.
Tradisi saling menghargai perbedaan ini, baik di internal NU maupun dengan tokoh lintas agama, menunjukkan komitmen NU sebagai 'Rumah Bersama' dalam kemajemukan Indonesia. Perbedaan bukan menjadi penghalang, melainkan jembatan untuk mencapai persatuan dan kemajuan bangsa.
Kesimpulannya, perayaan Harlah ke-102 NU menjadi bukti nyata komitmen organisasi ini dalam menjaga persatuan dan keberagaman di Indonesia. NU telah berhasil menjadi 'Rumah Bersama' yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan zaman.