HGBT: Dorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia hingga 8 Persen?
Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) diklaim telah memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, terutama pada sektor industri, dan berkontribusi pada target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dinilai memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan kebijakan subsidi gas industri ini berperan penting dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan Presiden.
Dampak positif HGBT pada periode 2020-2023 cukup menonjol. Data menunjukkan peningkatan ekspor sebesar Rp127,84 triliun, peningkatan penerimaan pajak Rp23,3 triliun, dan penurunan subsidi pupuk Rp4,94 triliun, dengan total dampak positif mencapai Rp247,26 triliun. Menperin Agus bahkan menyebut kebijakan ini memberikan nilai tambah enam kali lipat bagi industri.
Sektor industri pengolahan nonmigas menjadi sorotan. Pada triwulan III 2024, sektor ini masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, berkontribusi sebesar 17,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan pertumbuhan 4,84 persen. Ekspor sektor ini juga sangat besar, mencapai 196,55 miliar dolar AS atau 74,25 persen dari total ekspor nasional.
Investasi di sektor industri pengolahan nonmigas juga tinggi, tercatat Rp515,7 triliun (40,9 persen dari total investasi nasional) pada 2024, menyerap tenaga kerja hingga 20,01 juta orang. Melihat kontribusi yang signifikan ini, Menperin menekankan pentingnya dukungan berkelanjutan untuk sektor ini, termasuk keberlanjutan HGBT.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 255 Tahun 2024 menetapkan tujuh sektor industri penerima HGBT: pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Total 228 perusahaan mendapat subsidi gas dengan kuota 890,24 billion British Thermal Unit per day (BBTUD).
Meskipun demikian, realisasi penyerapan gas bumi pada 2023 hanya mencapai 80,10 persen. Rendahnya serapan ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya surcharge dari pemasok dan terbatasnya kuota gas yang mendapatkan HGBT. Setelah kuota habis, harga gas kembali ke harga pasar, sehingga industri mengurangi penggunaan HGBT.
Kesimpulannya, HGBT terbukti memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, terutama pada sektor industri. Namun, perlu adanya evaluasi dan perbaikan agar penyerapan HGBT dapat dioptimalkan dan memberikan manfaat yang lebih maksimal bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah perlu memperhatikan kendala yang dihadapi industri dalam mengakses HGBT agar target pertumbuhan ekonomi 8 persen dapat tercapai.