Pupuk Kaltim dan Eksportir Tak Dapat Gas Murah: Kebijakan HGBT Terbaru
Menteri ESDM menyatakan bahwa Pupuk Kaltim dan industri ekspor lainnya tidak berhak atas harga gas murah melalui skema HGBT karena kebijakan ini difokuskan untuk mendorong industri dalam negeri.
![Pupuk Kaltim dan Eksportir Tak Dapat Gas Murah: Kebijakan HGBT Terbaru](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/03/220051.792-pupuk-kaltim-dan-eksportir-tak-dapat-gas-murah-kebijakan-hgbt-terbaru-1.jpeg)
Pupuk Kaltim dan industri ekspor lainnya tidak akan mendapatkan gas murah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan hal tersebut baru-baru ini. Pengumuman ini disampaikan seusai konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin, 3 Februari 2024. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar terkait dampaknya pada industri yang bersangkutan.
Mengapa Pupuk Kaltim dan eksportir lain tak mendapat subsidi gas? Menurut Menteri Bahlil, skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) memang dirancang khusus untuk mendukung industrialisasi di dalam negeri. Subsidi gas murah, menurutnya, bertujuan menciptakan nilai tambah di dalam negeri melalui hilirisasi. Kebijakan ini, meskipun berpotensi mengurangi pendapatan negara hingga Rp87 triliun, dianggap perlu untuk mendorong pertumbuhan industri domestik.
Bagaimana mekanisme HGBT dan dampaknya? HGBT, yang sebelumnya dipatok pada harga 6 dolar AS per MMBTU, kini telah dinaikkan. Kenaikan harga ini mengikuti tren harga gas dunia yang sedang meningkat. Untuk sektor listrik, harga gas maksimal 7 dolar AS per MMBTU, sementara untuk industri, harga maksimalnya adalah 6,5 dolar AS per MMBTU. Walaupun demikian, tujuh sektor industri tetap berhak menerima HGBT, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet. Pupuk Kaltim, sebagai industri berorientasi ekspor, termasuk yang tidak mendapatkan keringanan harga gas ini.
Apa tanggapan industri terhadap kenaikan harga HGBT? Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, menilai kenaikan harga HGBT dari 6 menjadi 7 dolar AS per MMBTU tidak akan terlalu signifikan. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa keluhan dari pelaku industri selama ini lebih terfokus pada fluktuasi harga gas di waktu-waktu tertentu, bukan pada besaran harga itu sendiri. Stabilitas pasokan dan harga yang konsisten dinilai lebih penting bagi keberlangsungan usaha.
Kesimpulan: Kebijakan HGBT yang baru ini menegaskan fokus pemerintah pada peningkatan industri dalam negeri. Meskipun Pupuk Kaltim dan industri ekspor lainnya tidak mendapatkan manfaat dari harga gas murah, pemerintah menekankan pentingnya stabilitas harga dan pasokan gas untuk sektor industri secara keseluruhan. Dampak jangka panjang dari kebijakan ini terhadap industri ekspor masih perlu dipantau dan dievaluasi lebih lanjut.