Kawasan Industri: Pacu Daya Saing Manufaktur Indonesia
Pemerintah berupaya tingkatkan daya saing industri manufaktur lewat kawasan industri, hadapi tantangan premanisme dan akses gas murah.
![Kawasan Industri: Pacu Daya Saing Manufaktur Indonesia](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/10/090034.493-kawasan-industri-pacu-daya-saing-manufaktur-indonesia-1.jpg)
Jakarta, 10 Februari 2025 - Industri manufaktur Indonesia, pilar utama perekonomian nasional, mencatatkan ekspor fantastis senilai 196,54 miliar dolar AS pada tahun lalu, atau 74,25 persen dari total ekspor nasional. Investasi di sektor ini juga mencapai angka Rp721,3 triliun, berkontribusi 42,1 persen terhadap total investasi nasional. Namun, kesuksesan ini dibayangi tantangan internal dan eksternal, termasuk infrastruktur dan keamanan kawasan industri.
Mengatasi Tantangan di Kawasan Industri
Pemerintah berupaya mengatasi hambatan ini dengan mengembangkan kawasan industri khusus, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2024. Kawasan industri menawarkan insentif pajak, pembebasan bea masuk, dan infrastruktur pendukung untuk menarik investasi dan meningkatkan daya saing. Saat ini, terdapat 118 kawasan industri di Indonesia, 55 di luar Jawa dan 63 di Pulau Jawa.
Kendati demikian, Himpunan Kawasan Industri (HKI) menyoroti masalah keamanan dan utilitas. Ketua Umum HKI, Sanny Iskandar, mengungkapkan bahwa premanisme oleh organisasi masyarakat (ormas) menjadi ancaman utama, bukan pencurian biasa. Ormas-ormas ini kerap memaksa perusahaan untuk menggunakan jasa mereka, mengabaikan proses lelang yang transparan dan merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
Masalah ini banyak terjadi di Cikarang, Karawang, Jawa Timur, dan Batam. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mencari solusi, berkoordinasi dengan lembaga lain dan aparat penegak hukum untuk memberantas premanisme ini. Tantangan ini memerlukan penanganan serius agar investasi tidak terhambat.
Subsidi Gas dan Peningkatan Utilitas
Untuk meningkatkan utilitas, pemerintah meluncurkan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), memberikan subsidi gas dengan harga 7 dolar AS per MMBTU. Awalnya, subsidi ini terbatas pada tujuh subsektor, namun pemerintah berupaya untuk memperluasnya ke seluruh subsektor, terutama di kawasan industri.
HGBT telah terbukti efektif meningkatkan utilitas. Kontribusi manufaktur terhadap pendapatan nasional mencapai 18,98 persen, dan kontribusi MVA Indonesia terhadap ekonomi global (2014-2022) melebihi negara maju, mencapai 3,44 persen (data United Nation Stats). Program ini telah mengalokasikan Rp51,04 triliun untuk 321 perusahaan, menghasilkan value added Rp157,20 triliun, peningkatan ekspor Rp84,98 triliun, peningkatan pajak Rp27,81 triliun, dan investasi baru Rp31,06 triliun.
Menuju Pertumbuhan Ekonomi yang Lebih Baik
Dengan mengatasi premanisme dan menyediakan akses gas murah melalui HGBT, pemerintah berharap sektor manufaktur tidak hanya menjadi tulang punggung ekonomi, tetapi juga motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi 8 persen. Langkah ini krusial untuk meningkatkan daya saing industri domestik di kancah global. Keberhasilan ini membutuhkan komitmen dan kolaborasi semua pihak untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendukung kemajuan industri manufaktur Indonesia.