Imigrasi Ciduk 170 WNA 'Overstay' di Jabodetabek
Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mengamankan 170 WNA dari 27 negara di Jabodetabek karena berbagai pelanggaran keimigrasian, termasuk 'overstay', visa investor fiktif, dan sponsor fiktif.

Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) baru-baru ini melakukan operasi pengawasan dan berhasil menjaring 170 warga negara asing (WNA) di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek). Operasi yang digelar pada 14-16 Mei 2025 ini menyasar berbagai lokasi, termasuk apartemen, kafe, dan pusat perbelanjaan. Para WNA tersebut berasal dari 27 negara dan kedapatan melanggar peraturan keimigrasian Indonesia, sebagian besar karena overstay atau masa tinggal yang telah habis.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, menjelaskan bahwa operasi Wira Waspada ini melibatkan 10 kantor imigrasi dan berhasil mengamankan 170 WNA. Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan berupa overstay, namun ada juga kasus visa investor dan sponsor fiktif. Dengan kata lain, beberapa WNA tersebut masuk ke Indonesia dengan visa investor, namun nyatanya tidak memiliki investasi di Indonesia, dan beberapa lainnya memiliki sponsor yang tidak terverifikasi.
Negara asal WNA yang terjaring cukup beragam, dengan Nigeria memiliki jumlah terbanyak (61 orang), diikuti Kamerun (27 orang), Pakistan (14 orang), Sierra Leone (12 orang), Pantai Gading (8 orang), dan Gambia (8 orang). Para WNA ini rata-rata telah tinggal di Indonesia selama dua hingga tiga tahun dan kini berhadapan dengan konsekuensi hukum atas pelanggaran keimigrasian yang mereka lakukan.
Penindakan Tegas terhadap Pelanggaran Keimigrasian
Menurut keterangan Yuldi Yusman, para WNA yang diamankan tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan yang sah dan telah melebihi masa izin tinggal mereka. Selain itu, banyak yang terbukti menggunakan visa investor atau memiliki sponsor yang fiktif. Hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, khususnya Pasal 78 dan Pasal 123 yang mengatur tentang overstay dan penyampaian data palsu.
Ancaman hukuman atas pelanggaran tersebut cukup berat, yaitu pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta. Selain itu, mereka juga akan dikenai tindakan administrasi keimigrasian berupa pendeportasian dan pencantuman dalam daftar penangkalan. Artinya, mereka akan dideportasi dan dilarang masuk ke Indonesia untuk masa waktu tertentu.
Yusman menegaskan bahwa tidak ada celah regulasi dalam kasus ini. Semua WNA yang terjaring ditindak sesuai dengan UU Keimigrasian yang berlaku. Ia menekankan bahwa penggunaan visa investor yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan merupakan pelanggaran yang akan ditindak tegas. Begitu pula dengan kasus sponsor fiktif, yang juga akan berujung pada pendeportasian.
"Artinya, kalau dia masuk ke Indonesia menggunakan visa investor, pada kenyataannya di sini tidak ada investasi apa-apa tentu bisa kita lakukan pendeportasian. Ketika dia masuk ke sini, dicek sponsornya, sponsornya juga fiktif, bisa kita lakukan pendeportasian," ujar Yusman.
Operasi Wira Waspada dan Fokus Penindakan
Operasi Wira Waspada yang dilakukan Ditjen Imigrasi menunjukkan komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum dan aturan keimigrasian. Operasi ini juga bertujuan untuk memberikan efek jera kepada WNA yang mencoba melanggar aturan di Indonesia. Sasaran operasi meliputi apartemen, kafe, dan pusat perbelanjaan, yang dianggap sebagai tempat yang sering menjadi lokasi tinggal para WNA.
Penting untuk diingat bahwa tindakan tegas ini tidak hanya bertujuan untuk menindak pelanggar, tetapi juga untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Indonesia. Dengan menindak tegas pelanggaran keimigrasian, pemerintah berharap dapat mencegah potensi masalah yang lebih besar di masa mendatang. Selain itu, tindakan ini juga bertujuan untuk melindungi kepentingan Indonesia dan memastikan bahwa semua WNA yang berada di Indonesia mematuhi aturan yang berlaku.
Meskipun para WNA yang terjaring belum terbukti terlibat dalam tindak kriminal lain, pelanggaran keimigrasian yang mereka lakukan tetap merupakan pelanggaran serius yang harus ditindak tegas. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan mentolerir pelanggaran hukum, termasuk pelanggaran keimigrasian, oleh siapa pun, termasuk WNA.
Pemerintah melalui Ditjen Imigrasi akan terus melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran keimigrasian. Hal ini untuk memastikan bahwa sistem keimigrasian di Indonesia berjalan dengan baik dan tertib.