Implementasi Larangan Sunat Perempuan di Indonesia Masih Rendah
Komnas Perempuan menilai implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelarangan sunat perempuan masih rendah, dengan 66 persen masyarakat masih mempraktikkannya dan 60 persen mengaku tidak mengetahui aturan tersebut.
![Implementasi Larangan Sunat Perempuan di Indonesia Masih Rendah](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/10/170115.429-implementasi-larangan-sunat-perempuan-di-indonesia-masih-rendah-1.png)
Jakarta, 10 Februari 2024 - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti rendahnya implementasi roadmap pencegahan praktik pelukaan/pemotongan genital perempuan (P2GP) di Indonesia. Meskipun Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 secara tegas melarang sunat perempuan, kenyataannya praktik ini masih marak di berbagai wilayah.
Rendahnya Kesadaran dan Implementasi Aturan
Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemantauan, angka praktik sunat perempuan masih tinggi. "Secara eksplisit, larangan P2GP atau sunat perempuan di Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 28 Tahun 2024, namun masih banyak yang belum tahu tentang aturan ini," ujarnya dalam konfirmasi di Jakarta. Data menunjukkan 66 persen masyarakat masih melakukan sunat perempuan, sementara hanya 34 persen yang tidak melakukannya. Lebih mengejutkan lagi, 60 persen dari mereka mengaku tidak mengetahui adanya kebijakan pelarangan praktik P2GP.
Rendahnya kesadaran masyarakat akan aturan ini menjadi tantangan utama dalam upaya penghapusan praktik P2GP. Kurangnya sosialisasi dan edukasi publik tentang bahaya sunat perempuan serta manfaat dari pelarangannya perlu menjadi fokus perhatian pemerintah dan lembaga terkait.
Perlu Penguatan Koordinasi dan Sosialisasi
Anggota Komnas Perempuan lainnya, Satyawanti Mashudi, menekankan pentingnya koordinasi yang lebih kuat antar lembaga dalam implementasi kebijakan. "Koordinasi berjenjang antarlembaga dalam implementasi kebijakan dari tingkat pusat hingga daerah yang meliputi pihak dalam roadmap, perlu diperluas," katanya. Hal ini krusial untuk memastikan bahwa aturan tersebut diterapkan secara konsisten di seluruh Indonesia.
Sosialisasi yang efektif dan terarah juga sangat diperlukan. Kampanye publik yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan organisasi perempuan, dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang bahaya sunat perempuan dan pentingnya mematuhi aturan yang ada.
Riset Komnas Perempuan dan Upaya Advokasi
Komnas Perempuan telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menghapus praktik P2GP. Mereka telah melakukan empat kali penelitian dan kerja-kerja advokasi. Penelitian tersebut meliputi berbagai aspek, mulai dari bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan berbasis budaya (2012), sejarah dan pemahaman masyarakat tentang P2GP di 10 provinsi dan 17 kabupaten/kota (2017), hak kesehatan reproduksi dan seksual (2019), hingga pemantauan implementasi roadmap pencegahan P2GP di tiga wilayah dengan prevalensi tinggi (2023-2024).
Penelitian-penelitian ini memberikan data dan informasi penting yang dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan strategi pencegahan dan penghapusan P2GP yang lebih efektif. Upaya advokasi yang dilakukan Komnas Perempuan juga berperan penting dalam mendorong pemerintah dan masyarakat untuk lebih serius menangani masalah ini.
Kesimpulan: Tantangan dan Harapan
Implementasi larangan sunat perempuan di Indonesia masih menghadapi tantangan yang signifikan. Rendahnya kesadaran masyarakat dan kurangnya koordinasi antar lembaga menjadi faktor penghambat utama. Namun, upaya yang dilakukan Komnas Perempuan, seperti penelitian dan advokasi, memberikan harapan untuk perubahan yang lebih baik. Penguatan koordinasi, sosialisasi yang masif, dan penegakan hukum yang tegas sangat penting untuk memastikan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 benar-benar diimplementasikan dan praktik P2GP dapat dihapuskan di Indonesia.