Cegah Femisida: KemenPPPA Bahas Regulasi Baru
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berencana membahas regulasi baru untuk mencegah femisida, menyusul kasus mutilasi di Ngawi yang diduga dilatarbelakangi trauma dan pandangan perempuan sebagai milik pribadi.
![Cegah Femisida: KemenPPPA Bahas Regulasi Baru](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/01/180049.725-cegah-femisida-kemenpppa-bahas-regulasi-baru-1.jpg)
Kasus mutilasi perempuan di Ngawi, Jawa Timur, mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk mempertimbangkan regulasi baru guna mencegah femisida. Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi, menyatakan akan berdiskusi dengan berbagai pihak untuk membahas payung hukum pencegahan femisida, yang dianggap sebagai salah satu faktor penyebab trauma. Pernyataan ini disampaikan langsung di Jakarta, Sabtu lalu.
Sebelumnya, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Eni Widiyanti, menyoroti kurangnya regulasi spesifik terkait femisida. Ia menekankan bahwa pembunuhan terhadap perempuan saat ini dianggap sama dengan pembunuhan biasa, sehingga analisis mendalam tentang akar masalahnya kurang terlaksana. Hal ini diungkapkan Eni dalam sebuah wawancara di Jakarta, Jumat pekan lalu, menanggapi kasus mutilasi Ngawi.
Eni menjelaskan, regulasi yang jelas tentang femisida akan memudahkan penanganan kasus, mengungkap akar masalah, dan merancang pencegahan yang efektif. Ia melihat kasus Ngawi sebagai refleksi dari pandangan yang keliru, yaitu perempuan sebagai milik pribadi, sehingga laki-laki merasa berhak berbuat apa saja terhadapnya.
Femisida, atau pembunuhan perempuan karena faktor gender, merupakan isu serius. Eni menambahkan bahwa kasus-kasus yang terungkap hanyalah puncak gunung es, sementara banyak kasus lain tak terlaporkan. Mengutip data UNODC dan UN Women tahun 2023, diperkirakan sebanyak 85 ribu perempuan dan anak perempuan di dunia dibunuh secara sengaja.
Kasus mutilasi Ngawi melibatkan korban UK (29) yang ditemukan di dalam koper pada Kamis (23/1) lalu. Potongan tubuh korban ditemukan di beberapa lokasi di Jawa Timur, dan pelaku RTH alias A (32) berhasil ditangkap pada Sabtu (25/1). Pelaku mengaku sakit hati sebagai motif pembunuhan tersebut.
Mengapa regulasi baru penting? Regulasi spesifik akan membantu penegakan hukum yang lebih tepat dan efektif dalam kasus femisida. Hal ini akan mencakup investigasi yang lebih mendalam untuk memahami akar permasalahan, misalnya trauma masa lalu yang mungkin dialami pelaku, serta kampanye pencegahan yang terarah.
Kesimpulannya, KemenPPPA menyadari pentingnya payung hukum untuk mencegah femisida. Kasus mutilasi di Ngawi menjadi momentum untuk mendorong perubahan, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya femisida dan pentingnya melindungi hak-hak perempuan.