Indonesia Menuju Kemandirian Pangan: Swasembada Beras dan Tantangan ke Depan
Indonesia berhasil mencapai swasembada beras dan tengah membangun kemandirian pangan di tengah ketidakpastian geopolitik global, membuka peluang menjadi eksportir beras.

Jakarta, 28 April 2025 (ANTARA) - Indonesia menghadapi tantangan geopolitik berupa perang tarif dan nilai tukar mata uang. Namun, di tengah ketidakpastian ini, langkah strategis dalam membangun kemandirian pangan telah membuahkan hasil signifikan, khususnya di sektor pertanian. Pemerintah berhasil mencapai swasembada beras, sebuah pencapaian yang patut diapresiasi dalam waktu relatif singkat.
Capaian swasembada beras ini merupakan bukti nyata komitmen pemerintah dalam menghadapi gejolak ekonomi global. Kondisi "kebanjiran" beras dari hasil produksi petani dalam negeri menunjukkan keberhasilan program pemerintah dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Hal ini juga sekaligus menjawab tantangan proteksi perdagangan internasional yang diterapkan banyak negara.
Situasi geopolitik saat ini, dengan kebijakan border protection dan tarif tinggi, memaksa setiap negara untuk lebih mandiri secara ekonomi. Indonesia memanfaatkan momentum ini untuk membangun kemandirian pangan, sebuah strategi yang sangat tepat untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat perekonomian nasional. Hal ini juga sejalan dengan ajaran Mahatma Gandhi tentang swadesi dan Trisakti Bung Karno.
Swasembada Beras: Sebuah Langkah Menuju Kemandirian Pangan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi gabah kering giling (GKG) periode Januari-April 2025 mencapai 24,22 juta ton, setara dengan 13,95 juta ton beras. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam tujuh tahun terakhir, jauh melampaui konsumsi domestik sekitar 10,37 juta ton. Dengan demikian, Indonesia dipastikan mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negeri tanpa perlu impor.
Keberhasilan ini tidak lepas dari berbagai upaya pemerintah. Perum Bulog, misalnya, telah berhasil menyerap 1,4 juta ton gabah dari target 2 juta ton pada April 2025, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) GKP sebesar Rp6.500 per kilogram juga memberikan dampak positif bagi pendapatan petani.
Pemerintah juga melakukan reformasi dalam distribusi pupuk subsidi. Dengan menyederhanakan sistem distribusi yang sebelumnya rumit, pupuk kini dapat tersalurkan lebih cepat dan tepat sasaran kepada petani. Hal ini mendorong peningkatan aktivitas pertanian dan konsumsi pupuk.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Meskipun telah mencapai swasembada beras, masih banyak tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah keterlibatan pengusaha nasional dalam sektor pertanian. Partisipasi aktif sektor swasta sangat penting untuk meningkatkan skala produksi dan inovasi di bidang pertanian.
Peran perguruan tinggi dan lembaga riset juga sangat krusial dalam mengembangkan teknologi dan bibit unggul. Pengembangan riset dan inovasi akan meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian. Dengan demikian, cita-cita menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia dapat terwujud.
Pemerintah telah menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi petani dan industri pertanian melalui berbagai kebijakan strategis. Meskipun masih terdapat kekurangan, niat baik tersebut patut diapresiasi. Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan akademisi sangat penting untuk mencapai kemandirian pangan yang berkelanjutan.
Langkah selanjutnya adalah menjadikan Indonesia sebagai eksportir beras. Hal ini akan meningkatkan pendapatan negara dan memperkuat posisi Indonesia di pasar internasional. Dengan demikian, ancaman geopolitik dapat dihadapi dengan lebih percaya diri.
"Memang belum banyak yang sempurna dalam mengimplementasikan sejumlah kebijakan strategis pemerintah, masih banyak kekurangan di sana sini, termasuk dalam program nasional swasembada pangan. Namun niat baik itu telah dibuktikan melalui implementasi nyata melindungi petani dan industri pertanian." - Haris Rusly Moti
Mari menanam!