Infrastruktur Perbatasan Kaltara Diperkuat Demi Kedaulatan NKRI
Gubernur Kaltara, Zainal Arifin Paliwang, tekankan pentingnya pembangunan infrastruktur perbatasan RI-Malaysia untuk menjaga kedaulatan dan kemandirian bangsa, serta mengatasi isolasi wilayah perbatasan.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, Bagaimana: Gubernur Kalimantan Utara, Zainal Arifin Paliwang, dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta pada Senin, 28 April, menekankan urgensi pembangunan infrastruktur di perbatasan Kaltara-Malaysia. Hal ini dilakukan untuk memperkuat kedaulatan dan kemandirian Indonesia di wilayah perbatasan seluas 1.038 kilometer yang meliputi 75.000 kilometer persegi. Pembangunan ini penting karena masih banyak desa terisolasi dengan akses jalan yang buruk, menyebabkan harga kebutuhan pokok melambung tinggi dan ketergantungan pada pasokan dari Malaysia. Kondisi ini dinilai mengancam kedaulatan NKRI.
Pembangunan infrastruktur dinilai krusial karena kondisi geografis Kaltara yang berbatasan langsung dengan Sabah dan Sarawak, Malaysia. Akses jalan yang buruk dan keterisolasian wilayah perbatasan menyebabkan kesulitan distribusi barang dan jasa, berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini juga berpotensi menimbulkan permasalahan sosial dan keamanan di wilayah perbatasan.
Zainal Arifin Paliwang bahkan menceritakan pengalaman pribadinya saat mengunjungi daerah perbatasan yang membutuhkan waktu tiga hari perjalanan melalui hutan belantara. Kondisi ini menggambarkan betapa sulitnya aksesibilitas di wilayah tersebut dan bagaimana masyarakat di sana hidup dalam keterbatasan. Beliau menyampaikan keprihatinannya atas kondisi masyarakat perbatasan yang masih jauh dari jangkauan pembangunan infrastruktur yang memadai.
Infrastruktur Minim, Harga Sembako Melonjak
Minimnya infrastruktur di perbatasan Kaltara menyebabkan harga barang kebutuhan pokok, seperti semen, melambung tinggi. Sebuah sak semen bisa mencapai harga Rp900.000, dan masyarakat terpaksa bergantung pada pasokan dari Malaysia. Kondisi ini, menurut Gubernur, ironis karena meskipun masyarakat tetap warga negara Indonesia, kebutuhan pokok mereka justru bergantung pada negara tetangga. "Untung mereka masih NKRI, tetapi perutnya Malaysia pimpinan," ungkap Zainal.
Sulitnya aksesibilitas juga berdampak pada waktu tempuh perjalanan. Perjalanan sejauh 60 kilometer bisa memakan waktu hingga enam jam karena kondisi jalan yang rusak. Beberapa wilayah bahkan hanya bisa diakses melalui pesawat kecil atau sungai deras. Hal ini tentu sangat menghambat mobilitas masyarakat dan perekonomian di wilayah perbatasan.
Pemerintah Provinsi Kaltara telah berupaya mengatasi masalah ini dengan mengalokasikan subsidi angkutan orang dan barang sebesar Rp15 miliar per tahun. Namun, Gubernur khawatir anggaran tersebut akan berkurang akibat kebijakan efisiensi pemerintah.
Upaya Penguatan Kedaulatan di Perbatasan
Zainal Arifin Paliwang menekankan pentingnya pembangunan perbatasan sebagai wujud keadilan sosial. Ia mendorong agar kendaraan masyarakat Krayan yang menggunakan pelat nomor Malaysia mendapat status khusus, serupa dengan kebijakan di Batam dan Sabang, agar tetap berada dalam pengawasan NKRI. Selain itu, ia juga tengah mendiskusikan rencana pembangunan jalur penghubung antara Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur untuk mempermudah distribusi sembako.
Gubernur juga menyoroti pentingnya Jawatan Kuasa Kerja/Kelompok Kerja Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (JKK/KK Sosek Malindo) untuk mempererat hubungan kedua negara. Namun, hal tersebut harus diimbangi dengan penguatan pembangunan di dalam negeri, khususnya di wilayah perbatasan. Dengan demikian, kemandirian dan kedaulatan Indonesia di wilayah perbatasan dapat terjamin.
Lebih dari satu juta hektare hutan lindung di Kaltara dijaga oleh masyarakat adat. Keberadaan hutan lindung ini perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai agar pengelolaannya dapat optimal dan berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Pembangunan infrastruktur di perbatasan Kaltara bukan hanya sekadar pembangunan fisik, tetapi juga merupakan investasi untuk menjaga kedaulatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Harapannya, dengan adanya pembangunan infrastruktur yang memadai, masyarakat perbatasan dapat menikmati kehidupan yang lebih layak dan berkontribusi pada pembangunan nasional.
"Insyaallah kami akan bekerja keras sehingga sembako itu bukan datang dari Sarawak. Mudah-mudahan sembako sudah bisa bawa dari Samarinda," ujar Gubernur Zainal.