Karantina Kepri Optimistis Kendalikan PMK, Cegah Dampak Ekonomi
Balai Karantina Kepri optimistis dapat mengendalikan penyebaran PMK di wilayahnya melalui berbagai upaya pencegahan dan sosialisasi, sekaligus menekan dampak ekonomi negatif.
Tanjungpinang, 22 Januari 2024 - Balai Karantina Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menyatakan optimisme dalam mengendalikan penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan mengembalikan status zona bebas PMK di seluruh wilayah Kepri. Upaya ini penting untuk mencegah kerugian ekonomi yang signifikan di sektor peternakan.
Kepala Balai Karantina Kepri, Herwintarti, menjelaskan strategi pengendalian PMK. Pihaknya menerapkan sistem biosecurity, biosafety, biodefense, biodiversity, dan traceability sesuai standar operasional prosedur (SOP) Badan Karantina Indonesia (Barantin). Kerja sama dengan berbagai pihak juga menjadi kunci keberhasilan.
"Karantina Kepri dan instansi terkait terus bersinergi untuk melindungi Kepri dari penyebaran PMK," ujar Herwintarti di Tanjungpinang, Rabu. Sosialisasi intensif melalui program 'Ngosip' (ngobrol seputar informasi perkarantinaan) terkait Surat Edaran Barantin Nomor 38 tentang kewaspadaan PMK juga telah dilakukan kepada seluruh pemangku kepentingan.
Melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang masif, pengawasan lalu lintas hewan rentan PMK (HRP) yang masuk ke Kepri (zona kuning) diperketat. Vaksinasi HRP di daerah asal, hasil uji laboratorium negatif PMK, dan sertifikat kesehatan dari daerah asal menjadi syarat mutlak untuk mencegah penyebaran penyakit.
"Selama tindakan karantina dilakukan, belum ditemukan kasus PMK di Kepri," tegas Herwintarti. Hal ini menunjukkan efektivitas langkah-langkah pencegahan yang diterapkan.
Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Kepri, Ana Dela, menekankan dampak ekonomi PMK yang sangat besar, terutama pada sektor peternakan dan perdagangan sapi. Produksi susu sapi perah berkurang, berat badan sapi potong menurun, dan ternak sulit bunting jika terpapar PMK.
Lebih lanjut, Ana Dela menjelaskan bahwa meski kematian hewan ternak jarang disebabkan langsung oleh PMK, penyakit penyerta yang muncul akibat kondisi hewan yang melemah dapat berakibat fatal. Hambatan terbesar adalah kendala lalu lintas hewan ternak, yang berdampak pada perdagangan dalam negeri bahkan ekspor.
"Jika Batam positif PMK, Indonesia secara otomatis juga berstatus positif PMK di mata internasional. Ini akan menghambat ekspor produk peternakan kita," jelas Ana Dela pada Selasa (21/1) di Tanjungpinang. Oleh karena itu, pencegahan PMK menjadi sangat krusial bagi perekonomian daerah dan nasional.
Kesimpulannya, upaya pencegahan dan pengendalian PMK di Kepri dilakukan secara komprehensif, melibatkan berbagai pihak, dan berfokus pada pencegahan penyebaran serta dampak ekonomi. Optimisme untuk kembali ke zona hijau PMK tetap dijaga melalui pengawasan ketat dan sosialisasi yang berkelanjutan.