Kasus Penipuan Tanah Bryan Lebih Ekstrem dari Mbah Tupon, Bupati Bantul Turun Tangan
Bupati Bantul mengungkapkan kasus penipuan tanah yang dialami Bryan lebih ekstrem daripada kasus Mbah Tupon, karena melibatkan pemalsuan dokumen dan tanpa sepengetahuan korban.

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyatakan bahwa kasus penipuan tanah yang menimpa Bryan Manov Qrisna Huri jauh lebih ekstrem daripada kasus serupa yang dialami Mbah Tupon. Pernyataan ini disampaikan pada Rabu, 7 Mei 2024, menanggapi perkembangan penanganan kasus tersebut di Bantul, Yogyakarta.
Kasus yang dialami Bryan melibatkan pemalsuan dokumen dan peralihan kepemilikan tanah tanpa sepengetahuan atau tanda tangan dari Bryan dan keluarganya. Berbeda dengan kasus Mbah Tupon yang melibatkan penipuan dengan modus memanfaatkan ketidakmampuan korban membaca dan menulis, kasus Bryan menunjukkan modus operandi yang lebih canggih dan terencana.
Halim menjelaskan, "Tim hukum telah menginvestigasi laporan Mas Bryan. Kasusnya mirip dengan Mbah Tupon, tetapi lebih ekstrem lagi. Dalam kasus Mas Bryan, tidak ada satu pun tanda tangan dari Bryan dan keluarga, namun sertifikat tanah tiba-tiba berganti nama." Ia menambahkan, "Ini lebih ekstrem dibanding Mbah Tupon. Mbah Tupon memang ditipu, tetapi diajak untuk menandatangani dokumen. Sedangkan kasus Mas Bryan lebih gila lagi!"
Kronologi Kasus Bryan dan Perbandingan dengan Kasus Mbah Tupon
Menurut Bupati Halim, ekstemitas kasus Bryan terletak pada tidak adanya tanda tangan dari keluarga sebagai pemilik tanah, namun sertifikat tanah seluas 2.275 meter persegi telah berpindah tangan atas nama Muhammad Achmadi dan dijadikan agunan kredit di sebuah lembaga perbankan di Sleman. Ini mengindikasikan adanya pemalsuan dokumen dan penipuan yang terorganisir.
Berbeda dengan kasus Mbah Tupon, dimana korban ditipu karena ketidakmampuannya membaca dan menulis, Bryan dan keluarganya merupakan individu yang melek huruf. Namun, mereka tetap menjadi korban penipuan yang terencana dan melibatkan pemalsuan dokumen. Lebih lanjut, Bupati Halim juga menyebutkan bahwa luas tanah dan besaran kredit yang terlibat dalam kasus Bryan jauh lebih besar daripada kasus Mbah Tupon.
Bupati Halim menegaskan, "Itu berarti kemungkinan ada pemalsuan, jadi sudah penipuan sudah pemalsuan dokumen. Bagaimana bisa beralih kalau tidak ada dokumen? Akta jual beli kan tidak mungkin dan dalam akta apapun pasti diperlukan tanda tangan pemilik sertifikat." Kasus ini menunjukkan betapa licinnya modus operandi penipuan tanah yang terjadi.
Upaya Pemkab Bantul dalam Membantu Korban
Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Bagian Hukum Pemkab Bantul saat ini tengah memberikan pendampingan hukum dan advokasi kepada keluarga Bryan untuk mendapatkan kembali hak atas tanah mereka. Pendampingan serupa juga diberikan kepada Mbah Tupon. Hal ini menunjukkan komitmen Pemkab Bantul dalam melindungi warganya dari praktik penipuan tanah.
Kasus Bryan bermula pada Agustus 2023, ketika ibunda Bryan, Endang Kusumawati (67), meminta bantuan Triono untuk melakukan pemecahan sertifikat tanah. Namun, alih-alih membantu, Triono justru melakukan penipuan dan pemalsuan dokumen yang mengakibatkan peralihan kepemilikan tanah tersebut.
Pemkab Bantul berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengurus dokumen penting, khususnya sertifikat tanah. Penting untuk selalu memastikan keabsahan setiap dokumen dan tidak mudah percaya kepada orang yang tidak dikenal dalam mengurus hal-hal yang berkaitan dengan aset berharga.
Langkah hukum terus dilakukan untuk mengusut tuntas kasus ini dan membawa pelaku ke meja hijau. Pemkab Bantul berkomitmen untuk memberikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.