Pemkab Bantul Siap Dampingi Hukum Warga Tuna Rungu Buta Huruf Korban Diduga Penggelapan Tanah
Pemerintah Kabupaten Bantul berkomitmen memberikan pendampingan hukum gratis kepada Pak Tupon, warga tuna rungu dan buta huruf yang diduga menjadi korban penggelapan sertifikat tanah seluas 1.655 meter persegi.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Seorang warga Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, bernama Pak Tupon, yang mengalami keterbatasan pendengaran dan buta huruf, diduga menjadi korban penggelapan sertifikat tanah. Peristiwa ini terjadi di Bangunjiwo, Bantul, Yogyakarta, dan dilaporkan ke Polda DIY beberapa hari lalu. Pemkab Bantul turun tangan memberikan pendampingan hukum karena Pak Tupon mengalami kesulitan mengurus kasusnya sendiri. Hal ini penting karena Pak Tupon memiliki keterbatasan fisik dan literasi, sehingga membutuhkan bantuan untuk mendapatkan keadilan. Pemkab Bantul berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini secara adil.
Kasus ini terungkap setelah sertifikat tanah Pak Tupon seluas 1.655 meter persegi diketahui telah berpindah tangan dan dijadikan agunan kredit Rp1,5 miliar di sebuah bank tanpa sepengetahuannya. Keluarga Pak Tupon berharap agar hak mereka dikembalikan dan keadilan ditegakkan. Kejadian ini menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi warga yang rentan, khususnya mereka yang memiliki keterbatasan fisik dan literasi.
Atas kasus tersebut, Pemkab Bantul langsung merespon dengan sigap. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Bantul, Hermawan Setiaji, menyatakan komitmen Pemda untuk memberikan advokasi dan pendampingan hukum kepada Pak Tupon. Langkah cepat ini menunjukkan kepedulian pemerintah daerah terhadap permasalahan yang dialami warga dan upaya untuk memastikan keadilan tercapai.
Pendampingan Hukum dari Pemkab Bantul
Pemerintah Kabupaten Bantul telah mengutus staf bersama Lurah Bangunjiwo untuk berkomunikasi dengan Pak Tupon dan keluarganya. Tujuannya adalah untuk menawarkan bantuan hukum dan memastikan Pak Tupon bersedia didampingi oleh tim hukum dari pemerintah. Pemkab Bantul menegaskan komitmennya untuk menyediakan pengacara yang akan mendampingi Pak Tupon tanpa dipungut biaya sepeser pun.
"Pemda sudah mengambil langkah dengan mengutus staf bersama sama lurah untuk berkomunikasi dengan Pak Tupon, yang intinya pemda berkomitmen untuk memberikan advokasi atau pendampingan hukum kepada Pak Tupon," kata Hermawan Setiaji.
Hermawan menambahkan bahwa pendampingan hukum ini akan diberikan hingga permasalahan tanah Pak Tupon tuntas. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemkab Bantul dalam menyelesaikan kasus ini dan memastikan Pak Tupon mendapatkan perlakuan yang adil sesuai dengan haknya.
"Nanti kita siapkan pengacara untuk permasalahan Pak Tupon ini sampai dengan selesai, dan tidak dipungut biaya serupiah pun. Intinya itu, jadi komitmen Pemda mendampingi untuk mendapatkan perlakuan yang adil sesuai dengan hak Pak Tupon," tegas Hermawan.
Apresiasi atas Kepedulian Masyarakat
Pemkab Bantul menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang telah memperhatikan dan menyuarakan kasus Pak Tupon, terutama melalui media sosial. Hal ini menunjukkan adanya kepedulian sosial dan partisipasi publik dalam mengawasi penegakan hukum dan keadilan.
"Jadi tentunya pemda memberikan apresiasi kepada masyarakat, terutama yang aktif di media sosial yang memberikan perhatian lebih berkaitan dengan kasus Pak Tupon. Saya kira ini sesuatu hal yang bagus ada kepedulian dari masyarakat," ujar Hermawan.
Partisipasi masyarakat dalam menyuarakan kasus ini dinilai positif karena telah mendorong pemerintah untuk segera bertindak dan memberikan perhatian serius terhadap permasalahan yang dialami Pak Tupon.
Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya peran serta masyarakat dalam mengawasi dan memastikan tegaknya keadilan bagi semua warga, termasuk mereka yang rentan dan memiliki keterbatasan.
Kronologi Kasus dan Harapan Keluarga
Pak Tupon, warga Ngentak, Bangunjiwo, diduga menjadi korban penggelapan sertifikat tanah seluas 1.655 meter persegi. Sertifikat tanah tersebut telah beralih nama menjadi milik orang lain dan dijadikan agunan kredit sebesar Rp1,5 miliar tanpa sepengetahuan Pak Tupon.
Keluarga Pak Tupon telah melaporkan kasus ini ke Polda DIY dan kini tengah menunggu proses hukum berjalan. Mereka berharap agar hak dan keadilan atas sertifikat tanah tersebut dapat segera dikembalikan. Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.
Semoga kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan transparan, serta menjadi contoh bagaimana pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk melindungi hak-hak warga yang rentan.