Kaukus Ketokohan Jabar Kritik Kepemimpinan Dedi Mulyadi: Tabrak Aturan?
Kaukus Ketokohan Jawa Barat memperingatkan Gubernur Dedi Mulyadi agar kepemimpinannya sesuai regulasi, menyoroti penyegelan wisata, pendidikan karakter di militer, bansos syarat KB, dan penyusunan APBD 2025.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tengah menjadi sorotan setelah Kaukus Ketokohan Jawa Barat menyampaikan keprihatinan terkait beberapa kebijakannya. Kritik tersebut difokuskan pada dugaan pelanggaran regulasi dan kewenangan dalam beberapa program, termasuk penyegelan tempat wisata, program pendidikan karakter di barak militer, penyaluran bantuan sosial (bansos) dengan syarat Keluarga Berencana (KB), dan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Kaukus Ketokohan Jawa Barat, Eka Santosa, pada Rabu lalu di Bandung.
Eka Santosa, yang juga mantan Ketua DPRD Jawa Barat, menjelaskan bahwa kaukus yang terdiri dari berbagai tokoh masyarakat, mulai dari mantan gubernur, mantan wakil gubernur, tokoh budaya, aktivis lingkungan hingga pemerhati ketahanan pangan, melihat adanya indikasi ketidaksesuaian kebijakan gubernur dengan aturan yang berlaku. Kekhawatiran ini muncul karena beberapa kebijakan dinilai telah melewati batas kewenangan dan melanggar rambu-rambu hukum yang berlaku dalam pemerintahan dan kemasyarakatan.
Salah satu poin penting yang dikritik adalah proses penyusunan APBD 2025. Eka Santosa mengungkapkan keheranannya atas realokasi anggaran yang telah dilakukan sebanyak lima kali tanpa melibatkan DPRD Jawa Barat. Menurutnya, hal ini merupakan pelanggaran serius karena mekanisme penyusunan anggaran, sesuai regulasi, mengharuskan keterlibatan DPRD dalam proses pengawasan, legislasi, dan penganggaran, sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 14 Tahun 2024 tentang APBD.
Kritik Terhadap Realokasi APBD dan Peran DPRD
Eka Santosa menekankan pentingnya peran DPRD Jabar dalam pengawasan anggaran. Ia mencontohkan pengalamannya sendiri, meskipun berbeda generasi dengan tokoh seperti HR Nuriana, bahwa setiap perubahan anggaran harus melalui prosedur dan mekanisme yang jelas, sesuai amanat konstitusi. Jika perubahan anggaran dilakukan secara sporadis tanpa melalui prosedur yang benar, maka hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran.
Lebih lanjut, Eka Santosa menyoroti pentingnya fungsi pengawasan yang diemban oleh DPRD Jabar. Ia mendesak DPRD untuk menjalankan tugasnya dengan baik, memastikan agar eksekutif tetap berjalan sesuai dengan regulasi, terutama dalam hal penganggaran. Menurutnya, persoalan ini menyangkut etika dan konstitusi, bukan hanya sekadar teknis anggaran.
Kaukus Ketokohan Jabar juga menyoroti kebijakan lain yang dianggap kontroversial, seperti penyegelan tempat wisata dan program pendidikan karakter di barak militer. Detail lebih lanjut mengenai kritik terhadap kebijakan-kebijakan tersebut belum diungkapkan secara rinci oleh Eka Santosa.
Sorotan Terhadap Bansos Syarat KB
Selain APBD dan penyegelan tempat wisata, Kaukus Ketokohan Jawa Barat juga menyoroti kebijakan bantuan sosial (bansos) yang mensyaratkan penerima KB. Kebijakan ini dinilai kontroversial dan berpotensi melanggar hak-hak warga. Meskipun detail mengenai kritik ini belum dijelaskan secara rinci, namun hal ini menunjukkan keprihatinan Kaukus Ketokohan Jawa Barat terhadap berbagai kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.
Secara keseluruhan, pernyataan Kaukus Ketokohan Jawa Barat ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah daerah untuk selalu menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan koridor hukum dan peraturan yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan pemerintahan yang baik dan bersih.
Pernyataan ini juga menjadi sorotan bagi DPRD Jawa Barat untuk lebih aktif dalam menjalankan fungsi pengawasannya. DPRD memiliki peran krusial dalam memastikan penggunaan anggaran daerah sesuai dengan aturan dan kepentingan masyarakat.