Kebijakan Tarif AS Pengaruhi Pelemahan Rupiah terhadap Dolar
Kebijakan tarif baru pemerintah AS di bawah Presiden Trump memicu pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, diperburuk oleh proyeksi inflasi AS yang tinggi dan inflasi rendah di Indonesia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah, mencapai Rp16.403 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Senin, turun 98 poin (0,60 persen) dari penutupan sebelumnya. Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, mengaitkan pelemahan ini dengan kebijakan tarif impor yang diterapkan pemerintah AS.
Rully memperkirakan rupiah akan diperdagangkan di kisaran Rp16.300 - Rp16.400 per dolar AS. Pelemahan ini dipengaruhi oleh peningkatan indeks dolar dan yield obligasi pemerintah AS, yang merupakan dampak langsung dari kebijakan tarif Presiden Trump.
Presiden Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif 25 persen pada barang impor dari Kanada dan Meksiko, serta tarif 10 persen untuk barang impor dari China. Tarif ini berlaku untuk barang yang tiba di AS mulai 4 Februari pukul 12.01 WIB, dengan pengecualian untuk barang yang sudah dalam perjalanan sebelum 1 Februari.
Trump bersikukuh bahwa China, Kanada, dan Meksiko tak bisa mencegah kebijakan ini. Ia menuding Kanada bertanggung jawab atas peningkatan penyelundupan narkoba ke AS, Meksiko sebagai jalur masuk narkoba, dan China sebagai produsennya.
Menurut Rully, kebijakan tarif Trump berpotensi meningkatkan inflasi AS karena inflasi barang impor, sehingga mengurangi ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga. Hal ini juga memberikan tekanan tambahan pada rupiah.
Sentimen negatif lainnya berasal dari proyeksi inflasi Indonesia yang rendah, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Inflasi yang rendah ini disebabkan penurunan harga sembako dan daya beli masyarakat.
Kesimpulannya, pelemahan rupiah merupakan gabungan dampak kebijakan tarif AS yang berpotensi meningkatkan inflasi di AS, dan proyeksi inflasi rendah di Indonesia. Kedua faktor ini menciptakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.