Kejagung Minta Hakim Tolak Keberatan Zarof Ricar dalam Kasus Suap dan Gratifikasi
Jaksa Agung meminta majelis hakim menolak eksepsi mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang didakwa terlibat kasus suap dan gratifikasi senilai total lebih dari Rp900 miliar.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Nurachman Adikusumo telah mengajukan permohonan kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk menolak nota keberatan atau eksepsi dari Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA). Zarof didakwa terlibat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Permohonan ini disampaikan pada sidang tanggapan terhadap eksepsi Zarof di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/2).
Dalam surat dakwaan, Zarof Ricar didakwa melakukan pemufakatan jahat untuk memberikan suap sebesar Rp5 miliar kepada seorang hakim, serta menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp915 miliar dan emas 51 kilogram selama menjabat di MA dari tahun 2012 hingga 2022. Dugaan pemufakatan jahat ini melibatkan penasihat hukum Ronald Tannur dan Lisa Rachmat, dengan tujuan menyuap Hakim Ketua Soesilo dalam perkara kasasi Ronald Tannur di MA pada tahun 2024. Kejadian ini berlokasi di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
JPU berpendapat bahwa surat dakwaan telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap, sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan alat bukti yang ada. Mereka menegaskan bahwa Zarof telah menerima dan memahami surat dakwaan tersebut, memenuhi syarat formal dan material. JPU juga membantah argumen Zarof yang menyatakan bahwa dakwaan tersebut lebih mengarah pada pelanggaran kode etik ketimbang tindak pidana korupsi, menekankan bahwa kasus ini telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Tanggapan JPU Terhadap Eksepsi Zarof Ricar
JPU menyatakan bahwa eksepsi yang diajukan Zarof melalui kuasa hukumnya tidak berdasar dan tidak benar secara hukum. Pokok keberatan Zarof berfokus pada uraian perbuatan dalam dakwaan yang dianggap tidak mencerminkan tindak pidana korupsi, melainkan pelanggaran kode etik. Namun, JPU menegaskan bahwa dakwaan telah menyebutkan secara jelas dan lengkap semua unsur delik yang sesuai dengan pasal-pasal yang didakwakan, menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
JPU menekankan bahwa surat dakwaan telah merinci secara cermat tempat dan waktu terjadinya tindak pidana, sehingga Pengadilan Tipikor Jakarta memiliki wewenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini. Mereka juga menjelaskan bahwa uraian dakwaan telah menggambarkan secara utuh bagaimana tindak pidana tersebut dilakukan dan dipahami oleh terdakwa. Dengan demikian, JPU meminta majelis hakim untuk menyatakan surat dakwaan sah menurut hukum dan melanjutkan proses persidangan.
JPU juga menanggapi argumen Zarof terkait dugaan pelanggaran kode etik. Mereka menegaskan bahwa kasus ini merupakan tindak pidana korupsi yang telah diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, bukan sekadar pelanggaran kode etik yang seharusnya diproses secara etik. Oleh karena itu, JPU bersikukuh agar proses persidangan dilanjutkan.
Dakwaan Terhadap Zarof Ricar
Zarof Ricar didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Dakwaan tersebut merinci keterlibatan Zarof dalam pemufakatan jahat untuk memberikan suap dan penerimaan gratifikasi dalam jumlah yang sangat signifikan selama masa jabatannya di MA.
Rincian dakwaan terhadap Zarof meliputi dugaan pemberian suap kepada hakim dan penerimaan gratifikasi yang nilainya sangat besar. Hal ini menunjukkan keseriusan Kejagung dalam menangani kasus ini. Proses hukum akan terus berjalan, dan keputusan hakim akan menentukan nasib Zarof Ricar selanjutnya.
Sidang ini menjadi sorotan publik karena melibatkan mantan pejabat tinggi di MA dan jumlah uang serta barang yang terlibat sangat besar. Publik menantikan keputusan hakim atas permohonan JPU untuk menolak eksepsi Zarof Ricar dan melanjutkan proses persidangan.
Kasus ini juga menjadi perhatian karena menyangkut integritas peradilan di Indonesia. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.