Kejati DKI Serahkan Tersangka Korupsi Disbud Rp150 Miliar ke Kejari Jaksel
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyerahkan tiga tersangka kasus korupsi anggaran Dinas Kebudayaan (Disbud) senilai Rp150 miliar kepada Kejari Jaksel untuk proses persidangan.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta resmi menyerahkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Dinas Kebudayaan (Disbud) tahun 2023 kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Penyerahan tahap II ini menandai babak baru dalam proses hukum kasus yang merugikan negara hingga Rp150 miliar tersebut. Ketiga tersangka, beserta barang bukti yang cukup signifikan, kini berada di tangan Kejari Jaksel untuk disiapkan menghadapi persidangan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, membenarkan proses tahap II tersebut telah dilaksanakan pada Selasa. "Telah dilaksanakan proses tahap II dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Kebudayaan, berupa penyerahan tersangka beserta barang bukti dari penyidik kepada Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," ujar Syahron dalam keterangan resminya. Barang bukti yang diserahkan beragam, mulai dari dokumen hingga barang elektronik, semuanya dianggap krusial untuk memperkuat proses pembuktian di pengadilan.
Barang bukti yang diserahkan meliputi dokumen terkait pelaksanaan kegiatan di Disbud, bukti transaksi keuangan, kwitansi pembayaran, dan laporan pertanggungjawaban kegiatan. Selain itu, turut diserahkan barang elektronik seperti laptop dan telepon genggam yang diduga terkait langsung dengan tindak pidana yang dilakukan para tersangka. "Seluruh barang bukti ini akan digunakan untuk memperkuat pembuktian dalam proses persidangan," tegas Syahron, menekankan pentingnya bukti-bukti tersebut dalam mengungkap seluruh rangkaian kasus korupsi ini.
Tiga Tersangka Kasus Korupsi Disbud DKI
Kejati DKI Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp150 miliar di lingkungan Disbud Pemprov DKI Jakarta. Ketiga tersangka tersebut adalah IHW, MFM, dan GAR. IHW, selaku Kepala Dinas Kebudayaan DKI, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 02 Januari 2025. Sementara itu, MFM, selaku Pelaksana Tugas (Plt.) Kabid Pemanfaatan, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-02M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 02 Januari 2025. Terakhir, GAR ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-03M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 2 Januari 2025.
Modus operandi yang dilakukan ketiga tersangka terbilang sistematis. IHW, MFM, dan GAR diduga bekerja sama untuk menggunakan event organizer (EO) milik GAR dalam berbagai kegiatan di bidang Pemanfaatan Disbud DKI Jakarta. Selain itu, MFM dan GAR juga diduga menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) untuk pencairan dana kegiatan Pergelaran Seni dan Budaya. Praktik-praktik ini jelas melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Modus tersebut menunjukkan adanya perencanaan yang matang dan kerja sama yang terstruktur di antara para tersangka. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya kerugian negara yang signifikan akibat tindakan korupsi yang dilakukan.
Dasar Hukum dan Pasal yang Disangkakan
Perbuatan IHW, MFM, dan GAR dianggap melanggar beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah; dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola.
Ketiga tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal-pasal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menindak tegas kasus korupsi yang merugikan keuangan negara.
Proses hukum selanjutnya akan berlanjut di Kejari Jaksel. Publik menantikan proses persidangan yang transparan dan adil, serta hukuman yang setimpal bagi para tersangka agar kasus serupa tidak terulang kembali. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat dalam pengelolaan keuangan negara.