Kemenkes Usul Sanksi bagi Peserta JKN Mampu yang Tak Bayar Iuran
Kementerian Kesehatan mengusulkan sanksi administratif bagi peserta JKN mampu yang menunggak iuran, untuk mengatasi tingginya angka peserta non-aktif dan tunggakan mencapai Rp20,59 triliun.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengusulkan penerapan sanksi administratif bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari kelompok mampu yang tidak membayar iuran. Usulan ini disampaikan menyusul tingginya angka peserta JKN non-aktif dan besarnya tunggakan iuran yang mencapai angka triliunan rupiah. Sekretaris Jenderal Kemenkes, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, mengungkapkan hal tersebut dalam rapat bersama Panitia Kerja (Panja) JKN Komisi IX DPR RI di Jakarta, Rabu.
Menurut Kunta, "Saran kami, kami merekomendasikan pengenaan sanksi administratif secara lebih clear kepada mereka yang mampu tapi tak mau membayar." Ia menjelaskan bahwa tingginya jumlah peserta JKN non-aktif, baik karena menunggak iuran maupun mutasi, berdampak pada penerimaan iuran yang tidak optimal. Kondisi ini mengancam keberlangsungan Program JKN karena berpotensi membuat program tersebut tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan masyarakat.
Selain itu, rendahnya penerimaan iuran juga berpotensi mengganggu pembiayaan pelayanan kesehatan dasar masyarakat. Oleh karena itu, penerapan sanksi administratif dianggap perlu untuk mendorong kepatuhan peserta JKN mampu dalam membayar iuran.
Solusi Mengatasi Peserta JKN Non-Aktif
Selain sanksi administratif, Kemenkes juga menyarankan beberapa solusi lain untuk mengatasi masalah peserta JKN non-aktif. Perbaikan penetapan Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pemerintah Daerah melalui pemanfaatan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) menjadi salah satu usulan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan mengurangi jumlah peserta yang seharusnya mampu membayar iuran namun terdaftar sebagai penerima bantuan.
Usulan lainnya adalah pemutakhiran data peserta JKN non-aktif. Kunta menjelaskan, "Ini mungkin saja mereka sudah meninggal atau memang tidak mampu lagi. Itu nanti bisa dimasukkan ke PBI." Pemutakhiran data ini penting untuk memastikan data peserta JKN akurat dan menghindari pemborosan anggaran.
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, juga turut menyoroti masalah ini dan meminta pemerintah segera mencari solusi agar peserta non-aktif kembali aktif. Hal ini dinilai penting untuk mewujudkan jaminan kesehatan semesta dan meningkatkan kinerja BPJS Kesehatan.
Data Peserta JKN Non-Aktif dan Tunggakan Iuran
Kunta memaparkan tren kepesertaan JKN berstatus non-aktif periode 2019-2025. Terdapat peningkatan jumlah peserta non-aktif yang signifikan, mencapai 55,4 juta orang pada tahun 2024 dan meningkat menjadi 56,8 juta orang pada tahun 2025. Data ini menunjukkan urgensi untuk segera mengatasi masalah ini.
Besarnya jumlah peserta non-aktif juga berdampak pada jumlah tunggakan iuran. Per 29 Februari 2024, total tunggakan iuran mencapai Rp20,59 triliun. Angka ini menunjukkan besarnya potensi kerugian keuangan negara akibat tingginya angka peserta JKN yang menunggak iuran.
Pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini. Penerapan sanksi administratif, perbaikan data peserta, dan optimalisasi pemanfaatan DTSEN merupakan langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas Program JKN.
Dengan adanya langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan peserta JKN dalam membayar iuran, mengurangi jumlah peserta non-aktif, dan pada akhirnya mewujudkan jaminan kesehatan semesta bagi seluruh rakyat Indonesia.