KPK Hadirkan Banyak Saksi untuk Eks Kadis PUPR Kalsel, Dakwaan Gratifikasi Rp12,4 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan sejumlah besar saksi dalam persidangan kasus suap dan gratifikasi mantan Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan, dengan total gratifikasi mencapai Rp12,4 miliar.

Banjarmasin, 10 Maret 2024 (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan sejumlah besar saksi dalam persidangan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan, beserta tiga terdakwa lainnya. Sidang ini menandai babak baru dalam pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan proyek-proyek infrastruktur di Kalimantan Selatan.
Jumlah saksi yang dihadirkan KPK jauh lebih banyak dibandingkan dengan persidangan dua kontraktor yang sebelumnya telah divonis. Penuntut Umum KPK, Meyer Volmar Simanjuntak, menjelaskan hal ini kepada ANTARA di Banjarmasin, Minggu lalu. Menurutnya, perbedaan jumlah saksi ini disebabkan oleh adanya dakwaan gratifikasi dalam kasus yang melibatkan Ahmad Solhan dan kawan-kawan.
Sebelumnya, dalam persidangan dua kontraktor yang terbukti memberikan suap, KPK hanya menghadirkan 20 orang saksi. Namun, untuk kasus penerimaan suap yang melibatkan Ahmad Solhan, jumlah saksi yang dihadirkan jauh lebih banyak, menunjukkan kompleksitas dan luasnya investigasi yang dilakukan KPK dalam mengungkap aliran dana korupsi tersebut.
Bukti Dakwaan Gratifikasi Rp12,4 Miliar
Meyer menjelaskan bahwa alat bukti yang disiapkan untuk kasus penerimaan suap ini serupa dengan alat bukti yang digunakan dalam kasus dua kontraktor pemberi suap. Namun, fokus utama dalam persidangan ini adalah pembuktian atas dakwaan gratifikasi yang mencapai total Rp12,4 miliar yang diduga diterima oleh Ahmad Solhan.
Besarnya jumlah gratifikasi yang dituduhkan kepada Ahmad Solhan menunjukkan skala besar dugaan korupsi yang terjadi. KPK berupaya semaksimal mungkin untuk menghadirkan bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan guna mendukung dakwaan tersebut. Proses persidangan ini diharapkan dapat mengungkap seluruh jaringan dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus korupsi ini.
Proses hukum yang panjang dan rumit ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi masyarakat Kalimantan Selatan. Upaya KPK dalam mengungkap kasus ini menjadi bukti komitmen dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Pasal yang Dikenakan dan Vonis Kontraktor
Ahmad Solhan, bersama Yulianti, Agustya Febry Andrian, dan Ahmad, didakwa melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka juga dijerat dengan Pasal 12 b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Kedua pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi.
Sebagai informasi tambahan, dua kontraktor yang terlibat dalam kasus ini, Andi Susanto dan Sugeng Wahyudi, telah divonis masing-masing 2 tahun dan 6 bulan penjara, serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis ini menunjukkan keseriusan pengadilan dalam menindak pelaku korupsi.
Persidangan kasus ini masih berlanjut, dan publik menantikan hasil akhir dari proses hukum yang sedang berjalan. Semoga proses hukum ini dapat berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.