Menbud Fadli Zon: Kebebasan Berekspresi Tak Boleh Rugikan Institusi
Menteri Kebudayaan Fadli Zon tegaskan pentingnya kebebasan berekspresi, namun tetap ada batasan agar tidak merugikan institusi tertentu, seperti yang terjadi pada kasus lagu kontroversial band Sukatani.

Jakarta, 21 Februari 2024 - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyatakan dukungan penuh terhadap kebebasan berekspresi, termasuk karya seni seperti lagu. Namun, ia menekankan pentingnya batasan agar kebebasan tersebut tidak merugikan institusi tertentu. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap kontroversi lagu "Bayar Bayar Bayar" ciptaan band Sukatani.
Fadli Zon menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia mendukung kebebasan berekspresi sebagai hak warga negara. Akan tetapi, kebebasan ini memiliki batasan yang diatur oleh hukum, khususnya terkait SARA dan pencemaran nama baik institusi. "Di Indonesia, SARA menjadi salah satu batasan, dan tentu saja undang-undang kita. Jangan sampai menyinggung suku, agama, ras, antargolongan, bahkan institusi yang bisa dirugikan," tegas Fadli Zon saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta.
Menanggapi lagu "Bayar Bayar Bayar", Menbud Fadli Zon menyatakan tidak mempermasalahkan kritik terhadap oknum. Namun, ia menyoroti potensi generalisasi yang dapat merugikan institusi secara keseluruhan. "Mengkritik oknum tidak masalah. Tapi, jika kritik tersebut berdampak pada institusi, itu yang menjadi masalah. Misalnya, jika media pers digeneralisasi, pasti akan ada protes," jelasnya.
Kontroversi Lagu "Bayar Bayar Bayar" dan Permintaan Maaf Sukatani
Band punk asal Purbalingga, Jawa Barat, Sukatani, telah menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui video yang diunggah di media sosial. Permintaan maaf ini terkait lirik lagu "Bayar Bayar Bayar" yang dinilai kontroversial.
Dalam video tersebut, Muhammad Syifa Al Lufti (Alectroguy) dan Novi Citra Indriyati (Twister Angel), dua personel Sukatani, menyampaikan permohonan maaf kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan seluruh institusi Polri. Mereka mengakui bahwa lirik lagu tersebut, yang berbunyi "mau bikin SIM, bayar polisi, ketilang di jalan, bayar polisi", berpotensi menimbulkan persepsi negatif terhadap Polri.
Alectroguy menjelaskan bahwa lagu tersebut sebenarnya ditujukan untuk mengkritik oknum kepolisian yang melanggar peraturan. Namun, ia menyadari dampak negatif dari lirik lagu tersebut dan telah mengambil langkah untuk mencabut lagu tersebut dari platform streaming Spotify. Ia juga meminta pengguna media sosial untuk menghapus konten yang menggunakan lagu "Bayar Bayar Bayar". "Kami mengimbau agar semua konten yang menggunakan lagu kami dihapus, untuk menghindari risiko di kemudian hari," ujarnya.
Kebebasan Berekspresi dan Tanggung Jawab
Kasus ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab. Meskipun setiap individu memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan kritik, penting untuk melakukannya dengan bijak dan bertanggung jawab, menghindari generalisasi dan pencemaran nama baik institusi.
Pernyataan Menbud Fadli Zon menekankan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang batasan kebebasan berekspresi dalam konteks hukum dan sosial di Indonesia. Kritik terhadap oknum tetap dibolehkan, namun penyampaiannya harus dilakukan dengan cara yang tidak merugikan institusi secara keseluruhan.
Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya bagi para seniman untuk mempertimbangkan dampak karya mereka terhadap masyarakat dan institusi. Meskipun niat awal mungkin baik, penting untuk memastikan agar pesan yang disampaikan tidak menimbulkan kesalahpahaman atau merugikan pihak lain.
Langkah Sukatani untuk mencabut lagu dan meminta maaf menunjukkan tanggung jawab atas dampak karya mereka. Hal ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi seniman lain dalam mengekspresikan diri dengan bijak dan bertanggung jawab.