Kasus Band Sukatani: Pelajaran Berharga soal Kebebasan Berekspresi dan Kritik
Komnas HAM tegaskan kasus Band Sukatani sebagai pelajaran penting bagi institusi agar tak alergi kritik, serta pentingnya menghormati kebebasan berekspresi.

Kasus yang menimpa Band Sukatani karena lagu 'Bayar Bayar Bayar' menyoroti pentingnya kebebasan berekspresi di Indonesia. Anggota Komnas HAM, Anis Hidayah, menekankan bahwa kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi semua institusi pemerintah agar tak lagi alergi terhadap kritik dari masyarakat. Peristiwa ini terjadi di Padang, Sumatera Barat, pada Rabu, 26 Februari 2024.
Komnas HAM menegaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Hak ini, menurut Anis Hidayah, harus dilindungi, dihormati, dan dipenuhi oleh negara. Baik itu kritik terhadap pemerintah, kebijakan, atau institusi negara, semuanya dilindungi oleh konstitusi.
Anis Hidayah juga menyampaikan bahwa karya seni, termasuk lagu, merupakan bagian dari hak fundamental yang harus dihormati. Reaksi represif terhadap kritik justru kontraproduktif dan seharusnya dihindari. Institusi yang dikritik seharusnya merespon dengan memperbaiki kinerja dan mengembalikan kepercayaan publik.
Kebebasan Berekspresi: Hak Fundamental yang Tak Boleh Diabaikan
Menurut Anis Hidayah, kewajiban negara terkait kebebasan berekspresi meliputi tiga hal: menghormati, melindungi, dan memenuhi. Negara berkewajiban untuk menjamin agar warga negara dapat berekspresi tanpa rasa takut akan tindakan represif. Kasus Band Sukatani menjadi contoh nyata bagaimana pentingnya kewajiban negara ini dijalankan.
Komisioner Komnas HAM ini juga menyayangkan masih adanya kasus-kasus yang membatasi kebebasan berekspresi. Ia mencontohkan kasus seniman Yos Suprapto yang batal menampilkan karyanya di Galeri Nasional Indonesia pada Desember 2024. Kasus-kasus seperti ini menunjukkan perlunya peningkatan pemahaman dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Anis Hidayah juga menekankan pentingnya sikap pemerintah dan pemangku kepentingan yang tidak antikritik. Kritik, menurutnya, bukan berarti menunjukkan ketidaksukaan terhadap negara, melainkan justru sebaliknya. "Justru mereka yang mengkritik itu menunjukkan kecintaan kepada negeri ini," ujarnya.
Tanggapan yang Tepat atas Kritik
Alih-alih bereaksi secara represif, Anis Hidayah menyarankan agar institusi yang dikritik dapat merespon dengan cara yang lebih konstruktif. Kritik seharusnya dilihat sebagai kesempatan untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan kepercayaan publik. Sikap yang bijak dan responsif akan jauh lebih efektif daripada tindakan yang membungkam suara kritis.
Dengan merespon kritik secara positif, institusi dapat menunjukkan komitmennya terhadap transparansi dan akuntabilitas. Hal ini akan memperkuat kepercayaan publik dan menjaga marwah institusi tersebut. Menghormati kebebasan berekspresi merupakan bagian integral dari negara yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Komnas HAM berharap kasus Band Sukatani dapat menjadi momentum untuk meningkatkan pemahaman dan penghormatan terhadap kebebasan berekspresi. Dengan begitu, kebebasan berekspresi dapat dijamin dan dihormati, sehingga masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya tanpa rasa takut.
Ke depannya, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa kritik merupakan bagian dari proses demokrasi yang sehat. Kritik yang konstruktif dapat menjadi masukan berharga bagi perbaikan dan kemajuan bangsa. Sikap yang terbuka terhadap kritik akan menciptakan lingkungan yang lebih demokratis dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Kesimpulan
Kasus Band Sukatani menjadi pengingat penting bagi semua institusi di Indonesia untuk menghormati kebebasan berekspresi dan tidak alergi terhadap kritik. Kebebasan berekspresi merupakan hak fundamental yang harus dilindungi dan dihormati, dan kritik yang konstruktif harus dilihat sebagai kesempatan untuk perbaikan dan kemajuan.