Kompolnas Apresiasi Polri Periksa Oknum yang Intimidasi Band Sukatani
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi langkah Polri memeriksa oknum yang mengintimidasi band Sukatani terkait lagu 'Bayar Bayar Bayar', menekankan pentingnya kebebasan berekspresi.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, memberikan apresiasi kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) atas pemeriksaan sejumlah oknum personelnya. Pemeriksaan ini terkait dugaan intimidasi terhadap personel band Sukatani, berawal dari viralnya lagu mereka yang berjudul 'Bayar Bayar Bayar'. Peristiwa ini terjadi di Jawa Tengah dan melibatkan divisi siber Polda setempat. Pemeriksaan dilakukan oleh Propam (Profesi dan Pengamanan) Polri.
Menurut Choirul Anam, lagu 'Bayar Bayar Bayar' merupakan bentuk ekspresi dan kritik masyarakat terhadap institusi Polri. Ia menegaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak fundamental setiap warga negara dalam negara demokrasi. Oleh karena itu, langkah Polri memeriksa oknum yang melakukan intimidasi dinilai sebagai langkah positif dalam melindungi hak tersebut.
Choirul Anam juga menekankan bahwa Polri seharusnya mampu menerima kritik, termasuk kritik yang disampaikan melalui karya seni seperti lagu. Bahkan, ia mencontohkan beberapa kegiatan Polri yang justru membuka ruang bagi kritik, seperti perlombaan mural bertema kritik kinerja Polri. Hal ini menunjukkan komitmen Polri untuk melindungi kebebasan berekspresi dan menerima masukan dari masyarakat.
Pemeriksaan Oknum dan Permintaan Maaf Band Sukatani
Langkah Polri memeriksa oknum yang diduga mengintimidasi band Sukatani diapresiasi Kompolnas sebagai bentuk perlindungan terhadap kebebasan berekspresi. Hal ini menunjukkan bahwa Polri tidak antikritik dan terbuka terhadap masukan dari masyarakat. Kompolnas berharap netralitas Polri dalam menerima kritik tetap terjaga agar institusi tersebut dapat terus berbenah.
Di sisi lain, band Sukatani telah menyampaikan permintaan maaf kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan institusi Polri melalui video di media sosial. Dalam video tersebut, dua personel band, Muhammad Syifa Al Lufti (Alectroguy) dan Novi Citra Indriyati (Twister Angel), mengungkapkan penyesalan atas lirik lagu 'Bayar Bayar Bayar' yang dianggap kontroversial. Mereka bahkan harus melepas penutup wajah khas mereka saat menyampaikan permintaan maaf tersebut.
Alectroguy menjelaskan bahwa lagu tersebut sebenarnya ditujukan untuk mengkritik oknum kepolisian yang melanggar peraturan. Ia juga menyatakan bahwa lagu 'Bayar Bayar Bayar' telah dihapus dari platform Spotify dan meminta pengguna media sosial untuk menghapus konten yang menggunakan lagu tersebut. Permintaan maaf ini menyusul kabar yang beredar mengenai intimidasi yang diterima band Sukatani dan pemberhentian Novi Citra Indriyati dari pekerjaannya sebagai guru.
Salah satu lirik lagu yang menjadi sorotan adalah "mau bikin SIM, bayar polisi, ketilang di jalan, bayar polisi." Lirik ini dinilai sebagai kritik terhadap praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum kepolisian. Meskipun lagu tersebut dimaksudkan sebagai kritik, namun penyampaiannya menimbulkan kontroversi dan berujung pada permintaan maaf dari band Sukatani.
Kebebasan Berekspresi dan Tanggung Jawab
Kasus ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab. Band Sukatani menggunakan musik sebagai media kritik, namun cara penyampaiannya menimbulkan kontroversi dan berdampak pada personel band tersebut. Di sisi lain, tindakan intimidasi yang diduga dilakukan oleh oknum kepolisian juga melanggar hak asasi manusia dan prinsip negara hukum.
Polri perlu memastikan bahwa setiap personelnya menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia. Kebebasan berekspresi merupakan hak yang dilindungi, namun perlu diiringi dengan tanggung jawab agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi pihak lain. Kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih bijak dalam menyampaikan kritik dan menyelesaikan permasalahan.
Apresiasi Kompolnas terhadap langkah Polri dalam memeriksa oknum yang melakukan intimidasi menunjukkan komitmen untuk melindungi kebebasan berekspresi. Namun, kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya menjaga etika dan tanggung jawab dalam menyampaikan kritik, serta penegakan hukum yang adil dan proporsional.
Ke depannya, diharapkan akan tercipta dialog yang konstruktif antara masyarakat dan aparat penegak hukum, sehingga kritik dapat disampaikan dengan bijak dan diterima dengan lapang dada. Dengan demikian, proses perbaikan dan peningkatan kinerja institusi kepolisian dapat berjalan dengan baik.