Band Punk Sukatani Minta Maaf, Tarik Lagu 'Bayar Bayar Bayar' Usai Tuai Kritik
Band punk Sukatani meminta maaf dan menarik lagu kontroversial mereka, "Bayar Bayar Bayar", setelah menuai kritik dari pihak kepolisian terkait lirik yang menyoroti perilaku polisi.

Band punk asal Indonesia, Sukatani, terpaksa meminta maaf secara publik dan menarik lagu mereka yang berjudul "Bayar Bayar Bayar" pada Kamis (21/2) lalu. Lagu tersebut menuai kritik tajam dari pihak kepolisian karena liriknya dianggap menyindir perilaku aparat penegak hukum. Permintaan maaf disampaikan melalui video pernyataan yang menampilkan personel band, Muhammad Syifa Al Lutfi dan Novi Citra Indriyati. Mereka menyampaikan penyesalan atas kontroversi yang ditimbulkan dan meminta maaf kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan masyarakat luas.
Lagu "Bayar Bayar Bayar" yang sempat viral di media sosial, memang berisikan lirik yang mengkritik dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum polisi. Meskipun liriknya menggunakan istilah umum "polisi", bukan merujuk pada kepolisian negara tertentu, namun lirik tersebut menggambarkan situasi yang umum terjadi, seperti pemberian suap untuk mendapatkan SIM atau menghindari masalah hukum. Hal ini memicu reaksi dari pihak berwajib.
Dalam video permintaan maaf tersebut, personel band mengklarifikasi bahwa lagu tersebut ditujukan sebagai kritik terhadap oknum polisi yang melanggar aturan, bukan sebagai generalisasi terhadap seluruh institusi kepolisian. Alectroguy, gitaris Sukatani, menyatakan, "Saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu yang kami ciptakan berjudul 'Bayar Bayar Bayar', dengan lirik 'bayar polisi', yang kami nyanyikan dan viral di beberapa platform media sosial. Saya pernah mengunggahnya ke Spotify, dan sebenarnya saya menciptakannya untuk oknum polisi yang melanggar aturan."
Kontroversi dan Dukungan Publik
Setelah menyampaikan permintaan maaf, Sukatani langsung menarik lagu "Bayar Bayar Bayar" dari semua platform streaming dan meminta pengguna media sosial untuk menghapus unggahan lagu tersebut. Permintaan maaf dan penarikan lagu ini memicu perdebatan publik tentang kebebasan berekspresi dan kritik artistik di Indonesia. Ada kekhawatiran tentang potensi tekanan dari pihak berwenang terhadap band tersebut.
Meskipun mungkin sedikit orang yang mengenal band Sukatani sebelum kontroversi ini, video permintaan maaf mereka justru menjadi viral dan memicu gelombang dukungan dari netizen dan kelompok masyarakat melalui kampanye media sosial dengan tagar #kamibersamaSukatani. Beberapa figur publik seperti Soleh Solihun, Stevi Item (gitaris Deadsquad), dan penulis sekaligus sosiolog Okky Madasari turut memberikan dukungan mereka.
Okky Madasari misalnya, menulis, "Di dunia ini, tidak ada satu orang pun yang tanpa paksaan, dengan sukarela meminta maaf di video dan menarik karyanya. Setelah pameran lukisan, pertunjukan teater, dan sekarang lagu! Seratus hari diam, seumur hidup perlawanan!" Dukungan ini menunjukkan adanya simpati publik terhadap band yang dianggap berani menyuarakan kritik.
Tanggapan Pihak Kepolisian dan Tokoh Politik
Menanggapi permintaan maaf Sukatani, Polri menegaskan bahwa institusi penegak hukum tidak anti-kritik. Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, menyatakan, "Komitmen dan konsistensi. Polri terus berupaya menjadi organisasi modern, dan kami tidak anti-kritik." Ia juga menegaskan bahwa Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo selalu menekankan komitmen untuk menerima kritik.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Harian Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Aji Pratama, menyatakan bahwa kritik dalam seni adalah hal yang wajar. Ia menekankan pentingnya dialog sebagai solusi terbaik dalam menghadapi perbedaan pendapat, bukan dengan cara membungkam suara kritik. Ia juga mengingatkan agar kebebasan berekspresi di Indonesia tetap dijaga dan dihormati.
Menurut Pratama, "Jika ada yang tidak setuju, seharusnya dibantah dengan argumen, bukan sekadar dihapus. Jangan sampai publik melihat ini sebagai bentuk pembungkaman, karena akan memperburuk kepercayaan publik terhadap kebebasan berekspresi di negara ini." Ia mendorong semua pihak, termasuk otoritas dan pemangku kepentingan terkait, untuk terus melindungi ruang kebebasan berekspresi.
Refleksi atas Kebebasan Berekspresi
Kasus Sukatani ini menjadi sorotan penting terkait kebebasan berekspresi di Indonesia. Permintaan maaf dan penarikan lagu "Bayar Bayar Bayar" menimbulkan pertanyaan tentang batas-batas kritik sosial dalam konteks seni dan potensi tekanan yang mungkin dihadapi seniman dalam menyampaikan pandangan mereka. Pernyataan dukungan dari berbagai pihak menunjukkan adanya keprihatinan terhadap potensi pembatasan kebebasan berekspresi.
Pernyataan Muhammad Aji Pratama dari PKB yang menekankan pentingnya dialog dan perlindungan kebebasan berekspresi menjadi catatan penting. Ungkapan, "Seni adalah cerminan realitas. Jika cermin pecah, bukan berarti masalahnya hilang. Yang perlu kita lakukan adalah merefleksikan diri lebih baik," merupakan refleksi yang bijak atas situasi ini. Kejadian ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk mendorong dialog yang lebih konstruktif antara seniman, masyarakat, dan pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan ketertiban publik.