MenHAM Pigai: Aparat Perlu Koreksi Diri Usai Permintaan Maaf Sukatani Viral
Menteri HAM Natalius Pigai meminta aparat kepolisian mengoreksi diri dan mengarusutamakan HAM setelah permintaan maaf grup musik Sukatani terkait lagu 'Bayar Bayar Bayar' viral di media sosial.

Jakarta, 22 Februari 2025 - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menyerukan koreksi diri bagi aparat kepolisian melalui pengarusutamaan HAM. Seruan ini muncul setelah video permintaan maaf grup musik Sukatani terkait lagu kontroversial mereka, "Bayar Bayar Bayar", menjadi viral di media sosial. Permintaan maaf tersebut ditujukan kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan institusi Polri. Insiden ini melibatkan lagu yang liriknya dianggap menyindir praktik pungutan liar di kepolisian, memicu perdebatan publik tentang kebebasan berekspresi dan penegakan hukum.
Pigai menekankan pentingnya tindak lanjut atas pernyataan Presiden Prabowo Subianto terkait koreksi substansial dalam penegakan hukum, yang disampaikan pada Rapim TNI/Polri tanggal 30 Januari 2025. Ia menyatakan komitmen Kementerian HAM untuk mengarusutamakan HAM di seluruh instansi pemerintah, termasuk kepolisian. Menurutnya, kebebasan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang fundamental, tetapi tetap harus dipertimbangkan dalam konteks hukum dan moralitas bangsa.
Lebih lanjut, Pigai mengutip Prinsip Siracusa yang menyatakan bahwa pembatasan hak asasi manusia, termasuk kebebasan berekspresi, hanya dapat dilakukan melalui undang-undang atau keputusan pengadilan. Ia menegaskan bahwa seni, termasuk musik, dilindungi sebagai bentuk ekspresi, kecuali jika mengandung unsur pornografi, pornoaksi, atau tuduhan yang merusak kehormatan individu dan integritas nasional. Secara pribadi, Pigai menyatakan tidak mempermasalahkan bentuk seni apa pun, selama tidak anonim dan tidak mengandung unsur pencemaran nama baik.
Tanggapan MenHAM atas Pemecatan Vokalis Sukatani
Menanggapi isu pemecatan vokalis Sukatani, Pigai melalui akun media sosial X pribadinya, @nataliuspigai2, menyatakan telah menginstruksikan staf Kementerian HAM untuk menyelidiki kebenaran informasi tersebut. Ia menegaskan penolakan terhadap pemecatan jika memang terjadi karena vokalis tersebut terlibat dalam grup musik Sukatani. Pemerintah, menurutnya, konsisten dalam memastikan perlindungan dan penghormatan HAM setiap warga negara Indonesia.
Meskipun demikian, Pigai tetap membuka jalur pelaporan langsung ke Kantor Kementerian HAM Wilayah Jawa Tengah atau Kantor Pusat Kementerian HAM bagi siapa pun yang ingin melaporkan dugaan pelanggaran HAM terkait kasus ini. Langkah ini menunjukkan komitmen Kementerian HAM untuk menindaklanjuti setiap laporan dugaan pelanggaran HAM secara transparan dan akuntabel.
Berikut kutipan cuitan MenHAM Pigai di akun Twitternya: "Staf Saya dari Kanwil Jawa Tengah akan cek kebenaran informasi jika benar dipecat karena sebagai Vokalis Sukatani maka kami akan menolak karena Pemerintah konsisten memastikan perlindungan dan penghormatan HAM setiap warga negara Indonesia. (Sukatani dan Kepolisian - sudah minta maaf)".
Permintaan Maaf Sukatani dan Lirik Lagu "Bayar Bayar Bayar"
Grup musik Sukatani sebelumnya telah menyampaikan permintaan maaf melalui unggahan di Instagram, @sukatani.band, pada tanggal 20 Februari 2025. Permintaan maaf tersebut ditujukan kepada Kapolri dan institusi Polri terkait lagu "Bayar Bayar Bayar". Alectroguy, gitaris Sukatani, menjelaskan bahwa lagu tersebut awalnya ditujukan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan, bukan untuk institusi Polri secara keseluruhan.
Lirik lagu "Bayar Bayar Bayar" yang viral di media sosial antara lain: "Mau bikin SIM, bayar polisi; Ketilang di jalan, bayar polisi; Touring motor gede, bayar polisi; Angkot mau ngetem, bayar polisi; Aduh aduh ku tak punya uang, Untuk bisa bayar polisi." Lirik tersebut kemudian berlanjut dengan beberapa bait lain yang senada, menyinggung berbagai situasi yang melibatkan polisi dan uang.
Peristiwa ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab dalam berkarya. Permintaan maaf Sukatani dan respon MenHAM Pigai menunjukkan kompleksitas isu ini, yang memerlukan pendekatan yang bijak dan berimbang dari semua pihak.
Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya pengarusutamaan HAM dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam penegakan hukum dan kebebasan berekspresi. Perlu adanya dialog dan pemahaman yang lebih baik antara aparat penegak hukum dan masyarakat untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.