Menko PMK: Tantangan Pustakawan Hadapi Era Digital dan Mindless Scrolling
Menko PMK Pratikno ungkap kebiasaan mindless scrolling di media sosial sebagai tantangan dalam meningkatkan minat baca di tengah tingginya screen time masyarakat Indonesia.

Jakarta, 16 Mei 2024 - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menyoroti tantangan yang dihadapi pustakawan dalam meningkatkan minat baca di tengah maraknya kebiasaan mindless scrolling di media sosial. Beliau menyampaikan hal ini dalam Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Perpustakaan Nasional (Perpusnas) ke-45 di Jakarta.
Menurut Menko PMK, akses informasi instan di dunia digital menjadi kompetitor berat bagi upaya peningkatan minat baca. "Dunia digital bisa membantu, tetapi di sisi lain adalah kompetitor berat dari para pustakawan yang mendorong anak-anak untuk membaca. Informasi tanpa redaksi berseliweran di antara kita, di antara mahasiswa, dan kemudian menjadi informasi yang begitu cepat, serba instan, tidak menumbuhkan kedalaman berpikir dan sikap kritis," tegas Pratikno.
Tingginya durasi screen time masyarakat Indonesia, yang lebih dari tujuh jam sehari berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), semakin memperkuat kekhawatiran ini. Lebih mengkhawatirkan lagi, penggunaan gawai bahkan sudah menjangkau anak-anak di bawah dua tahun. "Lebih dari tujuh jam screen time kita (dalam sehari), dan yang menyedihkan lagi, data dari BPS menunjukkan bahwa gawai itu sudah dinikmati oleh anak-anak kurang dari dua tahun karena para pengasuh atau ibu yang repot ketika anaknya tidak mau makan, kemudian disajikan saja gawai, sehingga paparannya tinggi, mengakibatkan kecanduan," ujarnya.
Tantangan Pustakawan di Era Digital
Pratikno mengakui potensi dunia digital sebagai media peningkatan literasi. Namun, ia juga menekankan tantangan besar yang dihadapi pustakawan dalam menghadapi informasi instan dan terfragmentasi. "Kita para pendidik bisa memanfaatkan itu sebagai media untuk literasi, tetapi di saat yang sama, ketika informasinya sangat instan, jadi terpotong-potong kemudian tidak menstimulasi untuk berpikir secara mendalam," ucapnya.
Kebiasaan mindless scrolling, menurutnya, juga berdampak buruk pada kemampuan pengambilan keputusan. Pengguna cenderung memutuskan sesuatu dengan cepat tanpa berpikir panjang, sebuah perilaku yang dikhawatirkan akan membahayakan generasi mendatang. "Jadi perilaku menggulir medsos, termasuk bapak/ibu yang suka Tiktok misalnya, akan memutuskan bertahan atau tidak bertahan (di medsos) hanya dalam waktu kurang dari 20 detik. Bayangkan, hanya 20 detik sudah bisa memutuskan, maka karena kebiasaan scrolling ini, kita bisa memutuskan hal-hal penting kurang dari 20 detik, itu akan menumbuhkan perilaku yang tidak dalam dan tidak inspiratif bagi anak-anak kita," papar Menko PMK.
Untuk mengatasi hal ini, Kemenko PMK menggaungkan gerakan bijak dan cerdas ber-AI. Gerakan ini bertujuan untuk mengurangi kebiasaan mindless scrolling dan mendorong masyarakat untuk berpikir kritis. "Jadi ketika mengakses akal imitasi (AI), kita harus bijak dan fondasinya adalah berpikir kritis, itu bisa dilakukan dengan membaca (informasi) secara utuh, bukan mindless scrolling tanpa berpikir, dan kita harus menjauhkan anak-anak serta cucu-cucu kita agar tidak terjebak dengan screen time yang terlalu lama, harus terkontrol dengan baik dan jangan membuat tradisi ke anak-anak dengan mindless scrolling itu," tuturnya.
Meningkatkan Minat Baca di Era Digital
Di tengah tantangan tersebut, upaya meningkatkan minat baca memerlukan strategi yang komprehensif. Perpustakaan memiliki peran penting dalam menyediakan akses terhadap buku dan sumber belajar berkualitas. Namun, perlu juga adanya kolaborasi antara perpustakaan, pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung budaya membaca.
Pendidikan media digital juga sangat penting untuk membantu masyarakat, khususnya generasi muda, memahami bagaimana mengonsumsi informasi secara kritis dan bertanggung jawab. Masyarakat perlu diajarkan untuk membedakan informasi yang valid dan kredibel dari informasi yang menyesatkan atau hoaks.
Selain itu, pemanfaatan teknologi digital juga dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan akses terhadap buku dan sumber belajar. Platform digital dapat menyediakan berbagai macam buku dan materi bacaan yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja.
Kesimpulannya, tantangan meningkatkan minat baca di era digital memerlukan upaya bersama. Kolaborasi antara berbagai pihak dan strategi yang tepat sangat penting untuk mengatasi kebiasaan mindless scrolling dan mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam mengonsumsi informasi serta menumbuhkan budaya membaca yang lebih baik.