Menteri HAM Dukung Pembinaan Siswa Nakal di Barak Militer: Bukan Pelanggaran HAM?
Menteri HAM Natalius Pigai mendukung program Gubernur Jawa Barat yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer untuk pembinaan karakter, menekankan tidak adanya pelanggaran HAM karena program tersebut fokus pada peningkatan disiplin dan bukan hukuman fi

Makassar, 12 Mei 2024 - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menyatakan dukungannya terhadap program Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang berencana mengirim siswa yang sering terlibat tawuran dan kenakalan remaja ke barak militer. Program ini bertujuan membina karakter, mental, dan disiplin para siswa. Pernyataan dukungan ini disampaikan langsung oleh Menteri Pigai di Makassar, Sulawesi Selatan.
Menteri Pigai menjelaskan bahwa program tersebut bukanlah pendidikan militer dalam arti sebenarnya, melainkan program pembinaan di lingkungan barak yang berfokus pada peningkatan disiplin, mental, tanggung jawab, dan moral siswa. Beliau menegaskan, "Begini, bukan pendidikan militer. Siswa didik di barak, barak pendidikan. Artinya apa? Itu dalam rangka peningkatan yang pertama disiplin, kedua mental, ketiga tanggung jawab, dan keempat moral."
Lebih lanjut, Menteri Pigai memastikan bahwa program ini tidak melanggar HAM karena tidak melibatkan hukuman fisik. Justru, para siswa akan mendapatkan pelatihan kedisiplinan dari tentara. "Apabila ada perubahan kompetensi pada bidang pendidikan dan itu dibutuhkan, kenapa tidak? Bahkan, pendidikan akan makin bagus sehingga di mana letak pelanggaran HAM-nya?" tegasnya.
Pembinaan Karakter, Bukan Hukuman Fisik
Menteri Pigai telah melakukan pengecekan langsung dengan Gubernur Dedi Mulyadi dan memastikan tidak ada unsur hukuman fisik dalam program tersebut. Beliau membedakan program ini dengan corporal punishment atau hukuman fisik, yang meliputi tindakan seperti mencubit, memukul dengan rotan, dan bentuk kekerasan fisik lainnya. "Saya sudah kroscek, Pak Gubernur sudah datang ke kantor. Saya tanya ada fisik enggak, dia bilang tidak ada," ujar Menteri Pigai.
Menteri Pigai menjelaskan, "Dalam istilah ini, pemberian hukuman yang menimbulkan rasa sakit fisik pada tubuh seperti memukul, menampar, hingga mencambuk, bahkan sampai melukai seseorang, itu corporal punishment, mungkin itu yang kami tidak setuju. Akan tetapi, saya sudah cek, Pak Dedi Mulyadi sudah sampaikan bahwa itu tidak ada. Lebih pada peningkatan satu kemampuan, keterampilan, dan produktivitasnya."
Tujuan utama program ini, menurut mantan anggota Komnas HAM tersebut, adalah membentuk disiplin, karakter, mental, dan rasa tanggung jawab pada para siswa. Program ini difokuskan pada pembinaan, bukan hukuman.
Tanggapan Terhadap Laporan ke Komnas HAM
Menanggapi laporan program ini ke Komnas HAM dengan tuduhan pelanggaran HAM, Menteri Pigai berpendapat bahwa Komnas HAM belum memahami konteks program tersebut. Beliau menyatakan, "Kalau mereka mengerti dengan Deklarasi Beijing atau Deklarasi Riyadh tentang juvenile justice system atau sistem peradilan anak, ini bukan peradilan anak."
Menteri Pigai menekankan bahwa program ini bertujuan untuk membina siswa bermasalah agar menjadi lebih baik, bukan untuk menghukum mereka. Program ini difokuskan pada peningkatan keterampilan dan produktivitas siswa, serta pembentukan karakter yang baik. Dengan demikian, program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi para siswa dan masyarakat.
Kesimpulannya, dukungan Menteri HAM terhadap program ini didasarkan pada pemahaman bahwa program tersebut berfokus pada pembinaan karakter dan disiplin, bukan hukuman fisik. Program ini diyakini tidak melanggar HAM dan diharapkan dapat memberikan solusi efektif dalam menangani masalah kenakalan remaja.