Pigai: Pendidikan Siswa Bermasalah di Barak Militer Tak Langgar HAM
Menteri HAM Natalius Pigai menyatakan program pendidikan siswa bermasalah di barak militer Jawa Barat tak melanggar HAM karena bukan hukuman fisik, melainkan pembinaan karakter.

Jakarta, 5 Mei 2025 - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, memberikan pernyataan resmi terkait program Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menempatkan siswa bermasalah di barak militer untuk menjalani pendidikan. Pigai menekankan bahwa program tersebut tidak melanggar standar HAM karena tidak melibatkan hukuman fisik. Program ini diluncurkan pada 2 Mei 2025 dan telah menuai beragam reaksi dari masyarakat.
Dalam keterangannya di Jakarta, Senin, Pigai menjelaskan, "Apa yang dilakukan Pemprov Jawa Barat tersebut bukan merupakan corporal punishment (hukuman fisik), melainkan bagian dari pembentukan karakter, mental, dan tanggung jawab anak. Maka, tentu tidak menyalahi standar HAM."
Ia membedakan antara hukuman fisik yang menyakitkan dan program pembinaan karakter. Pigai mendefinisikan hukuman fisik sebagai penggunaan kekerasan fisik yang menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan sebagai bentuk hukuman atau pendisiplinan. "Jenis hukuman itu tidak baik untuk anak," tegasnya, menambahkan bahwa contohnya termasuk memukul, menampar, atau menggunakan benda keras untuk memukul anak. Dampak negatifnya pada kesehatan fisik dan mental anak menjadi perhatian utama.
Program Pembinaan Karakter di Barak Militer
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memperkenalkan program 'menyekolahkan' siswa bermasalah di barak militer sejak 2 Mei 2025. Program ini bertujuan untuk membina karakter dan meningkatkan kedisiplinan pelajar. Hasil peninjauan di Purwakarta pada Sabtu, 3 Mei 2025, menunjukkan dampak positif pada peningkatan kedisiplinan pelajar.
Dedi Mulyadi menyatakan, "Program ini (pembinaan karakter pelajar di markas TNI) memberikan dampak positif pada peningkatan kedisiplinan pelajar." Program ini diikuti pelajar dari berbagai kabupaten dan kota di Jawa Barat sebagai upaya menekan angka kenakalan remaja. Ke depannya, program ini akan diperluas hingga ke jenjang SLTA, termasuk bagi remaja yang telah melakukan pelanggaran kedisiplinan.
Pelajar akan mendapatkan materi tambahan dari berbagai unsur sebagai bagian dari pembinaan menyeluruh untuk membentuk karakter yang kuat dan positif. Program ini menekankan pada pembentukan karakter, bukan sebagai hukuman. Pihak penyelenggara memastikan program ini berjalan sesuai standar HAM dan tidak melanggar hak-hak anak.
Menurut Gubernur, program ini dirancang untuk memberikan pendidikan karakter dan kedisiplinan kepada para siswa yang bermasalah. Siswa akan diberikan pelatihan dan bimbingan untuk memperbaiki perilaku mereka dan menjadi warga negara yang baik. Program ini juga diharapkan dapat mencegah kenakalan remaja dan meningkatkan kualitas hidup para siswa.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Standar HAM
Pigai menegaskan kembali bahwa sepanjang pendidikan tersebut berfokus pada pembinaan mental, karakter, dan nilai-nilai positif, maka hal tersebut sesuai dengan prinsip dan standar HAM. Ia menekankan pentingnya membedakan antara hukuman fisik dan program pembinaan karakter yang bertujuan untuk memperbaiki perilaku dan meningkatkan kualitas hidup anak.
Program ini dirancang untuk memberikan solusi alternatif bagi siswa bermasalah, selain sanksi hukum. Dengan pendekatan pembinaan karakter, diharapkan para siswa dapat memperbaiki perilaku mereka dan menjadi anggota masyarakat yang produktif. Pemerintah Provinsi Jawa Barat berharap program ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menangani masalah kenakalan remaja.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga berjanji untuk terus memantau dan mengevaluasi program ini untuk memastikan bahwa program ini berjalan efektif dan sesuai dengan standar HAM. Mereka berkomitmen untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dan aman bagi semua siswa, termasuk mereka yang bermasalah.
Kesimpulannya, program ini difokuskan pada pembinaan karakter dan pengembangan diri siswa, bukan sebagai bentuk hukuman. Oleh karena itu, program ini dinilai tidak melanggar standar HAM.