Pendidikan di Barak Militer: Usulan Nasionalisasi Model Jawa Barat
Menteri HAM Natalius Pigai mengusulkan perluasan program pendidikan siswa bermasalah di barak militer Jawa Barat ke seluruh Indonesia, jika terbukti efektif.

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengusulkan agar model pendidikan siswa bermasalah di barak militer yang diprakarsai Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, diterapkan secara nasional. Usulan ini disampaikan setelah Pigai menerima kunjungan Dedi Mulyadi di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Kamis (8/5). Keberhasilan program di Jawa Barat akan menjadi penentu perluasannya ke seluruh Indonesia. Pigai berencana menyarankan program ini kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen).
Menurut Menteri Pigai, keberhasilan program di Jawa Barat akan menjadi kunci utama. Jika terbukti efektif, Kementerian HAM akan mendorong Mendikdasmen untuk menerbitkan peraturan yang memungkinkan implementasi masif di seluruh Indonesia. Hal ini didasari pada keyakinan bahwa pendidikan yang layak merupakan hak asasi manusia, sebagaimana tercantum dalam konstitusi.
Pigai menekankan bahwa pendidikan di barak militer tidak melanggar HAM selama tidak melibatkan hukuman fisik. Ia mengapresiasi program tersebut karena berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya dalam hal kedisiplinan, pengetahuan, mental, dan tanggung jawab siswa. Ia melihat program ini selaras dengan nilai-nilai HAM dan visi Indonesia Emas 2045.
Program Pendidikan di Barak: Solusi untuk Siswa Bermasalah?
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjelaskan bahwa program pendidikan di barak militer tidak melanggar hak-hak anak. Justru, menurutnya, lingkungan terstruktur di barak dapat membantu siswa yang kesulitan belajar di lingkungan rumah dan sekolah yang kurang kondusif. Banyak siswa yang terlibat dalam program ini memiliki kebiasaan bolos sekolah dan pola hidup yang tidak teratur.
Para siswa yang mengikuti program ini mendapatkan lingkungan yang lebih tertib dan terarah. Mereka menjalani pendidikan selama kurang lebih 28 hari, didampingi oleh dokter, psikolog, dan guru mengaji. Dedi Mulyadi memastikan bahwa siswa tetap mengikuti pendidikan formal dan ujian sekolah, tetap terhubung dengan sekolah asal mereka.
Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat akan berperan sebagai mitra dalam program ini, mengawasi jalannya program dan memastikan tidak ada pelanggaran HAM. Kepala Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat, Hasbullah Fudail, menyatakan kesiapan untuk menurunkan tim guna melakukan pengawasan tersebut.
Dukungan dan Pertimbangan Program Nasional
Menteri Pigai menilai program ini sejalan dengan cita-cita Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Ia mempertanyakan bagaimana Indonesia bisa bersaing di kancah global jika generasi mudanya kurang disiplin, mentalnya lemah, dan tidak bertanggung jawab. “[Kalau] karakternya tidak humanis, disiplinnya tidak tinggi, mentalnya tidak bagus, tidak produktif, tidak tanggung jawab, bagaimana kita mau go global (mendunia)? Bagaimana 2045 kita leading (memimpin) di dunia?” ujar Pigai.
Program ini juga mendapat dukungan dari orang tua siswa yang bersedia anaknya mengikuti program tersebut. Keikutsertaan orang tua menjadi kunci keberhasilan program ini. Dengan pengawasan ketat dari Kementerian HAM dan dukungan dari berbagai pihak, program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi siswa bermasalah dan menjadi solusi bagi permasalahan pendidikan di Indonesia.
Namun, perlu diingat bahwa keberhasilan program ini bergantung pada beberapa faktor, termasuk kualitas pengajaran, dukungan dari berbagai pihak, dan tentu saja, pengawasan yang ketat untuk memastikan tidak ada pelanggaran HAM. Evaluasi berkala dan adaptasi terhadap perkembangan situasi sangat penting untuk memastikan efektivitas program ini.
Penerapan program ini secara nasional membutuhkan perencanaan yang matang dan evaluasi yang berkelanjutan. Penting untuk memastikan bahwa program ini tetap berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia tanpa mengorbankan hak asasi manusia.
Kesimpulan
Program pendidikan di barak militer di Jawa Barat telah menarik perhatian nasional. Jika terbukti berhasil dan efektif, program ini berpotensi untuk direplikasi di seluruh Indonesia. Namun, perlu diingat bahwa keberhasilan program ini bergantung pada berbagai faktor, termasuk pengawasan yang ketat untuk memastikan tidak ada pelanggaran HAM. Perlu perencanaan yang matang dan evaluasi yang berkelanjutan agar program ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi siswa dan bangsa Indonesia.