Migrant Care Desak Jember Segera Terbitkan Perda Perlindungan PMI
Migrant Care mendorong Kabupaten Jember untuk segera membentuk Perda Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) guna melindungi ribuan warganya yang bekerja di luar negeri.

Kabupaten Jember, Jawa Timur, menjadi sorotan setelah Migrant Care mendesak pemerintah daerah setempat untuk segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Desakan ini muncul karena Jember merupakan daerah penyumbang PMI terbesar kedua di Jawa Timur, dengan angka yang cukup signifikan, terutama pekerja migran non-prosedural. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Migrant Care Jember, Bambang Teguh Karyanto, usai menggelar Focus Group Discussion (FGD) pada Kamis lalu.
Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Jember tahun 2024, tercatat 2.309 PMI yang bekerja di berbagai negara seperti Malaysia, Hongkong, dan Arab Saudi. Angka ini menunjukkan urgensi perlindungan yang lebih kuat bagi para pekerja migran asal Jember. Bambang menekankan pentingnya Perda ini karena PMI rentan terhadap berbagai permasalahan, mulai dari penipuan hingga perdagangan orang, baik sebelum, selama, maupun setelah bekerja di luar negeri. "Pekerja migran rentan menjadi korban penipuan, tindak kekerasan, tindak eksploitasi tenaga kerja, rentan kehilangan indentitas, serta rentan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang," ujar Bambang.
Pemerintah pusat hingga pemerintah desa memiliki tanggung jawab untuk melindungi PMI, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Namun, Perda di tingkat kabupaten/kota sangat diperlukan untuk memperkuat perlindungan dan memastikan implementasi UU tersebut di tingkat lokal. Bambang menjelaskan bahwa Rancangan Perda (Raperda) yang diusulkan Pemkab Jember saat ini masih dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur dan memerlukan revisi.
Perda sebagai Payung Hukum Lokal
Keberadaan Perda Pelindungan PMI di Jember sangat krusial mengingat tingginya angka PMI dari daerah tersebut. Perda ini akan menjadi payung hukum lokal yang lebih spesifik dan efektif dalam melindungi hak-hak PMI dan keluarga mereka. Data Migrant Care Jember mencatat 18 kasus tindak pidana perdagangan orang pada periode 2023-2024 yang telah mereka tangani, menunjukkan betapa mendesaknya perlindungan yang lebih komprehensif.
FGD yang diselenggarakan Migrant Care melibatkan berbagai pihak, termasuk Pemerintah Kabupaten Jember, DPRD Kabupaten Jember, akademisi, pemerintah desa, dan komunitas Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi). Hal ini menunjukkan komitmen untuk memastikan Perda tersebut disusun dan diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan. Partisipasi multi pihak ini diharapkan dapat menghasilkan Perda yang benar-benar mengakomodasi kebutuhan dan perlindungan PMI.
Bambang menekankan pentingnya pengawalan serius dari pemerintah daerah terhadap proses penyusunan Raperda ini. Ia juga menyoroti pentingnya konsultasi publik untuk memastikan Perda yang dihasilkan mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan seluruh pemangku kepentingan.
Proses Harmonisasi dan Konsultasi Publik
Akademisi FISIP Universitas Jember (Unej), Hermanto Rohman, menjelaskan bahwa proses pembuatan Raperda membutuhkan waktu yang cukup panjang karena tahap harmonisasi di Kanwil Kemenkumham Jatim. Ia menekankan pentingnya pengawalan serius dari pemerintah daerah dan pelaksanaan konsultasi publik untuk memastikan Perda yang dihasilkan komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan PMI.
Proses harmonisasi dan konsultasi publik merupakan langkah penting untuk memastikan Perda yang dihasilkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengakomodasi aspirasi masyarakat. Dengan melibatkan berbagai pihak dalam proses penyusunan, diharapkan Perda tersebut dapat menjadi instrumen yang efektif dalam melindungi hak-hak PMI asal Jember.
Migrant Care berharap Perda ini dapat segera disahkan untuk memberikan perlindungan yang lebih optimal bagi PMI asal Jember dan keluarga mereka. Perlindungan yang komprehensif sangat dibutuhkan untuk mencegah berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan eksploitasi yang sering dialami oleh PMI.