Pakar Unsoed: Pemulangan Narapidana Beri Dampak Positif, Tapi Pemerintah Harus Tegas
Pemulangan narapidana dinilai memberikan dampak positif bagi Indonesia, namun pemerintah harus cermat dan tegas dalam perjanjian internasional untuk menghindari penilaian negatif terhadap sistem hukum Indonesia.

Jakarta, 10 Maret 2024 (ANTARA) - Praktik pemulangan narapidana atau transfer of prisoner, menurut Profesor Hibnu Nugroho, pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, memberikan dampak positif bagi Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam wawancara dengan Antara di Jakarta, Senin lalu. Pemulangan narapidana ini mengurangi jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan dan dapat menjadi alat tukar untuk memulangkan Warga Negara Indonesia (WNI) yang bermasalah hukum di luar negeri.
Hibnu menjelaskan mekanisme pemulangan narapidana ini didasarkan pada perjanjian bilateral antar negara. "Kalau kita melepaskan ke negara lain, kalau suatu saat ada rakyat Indonesia atau WNI yang di sana, ya kita bisa minta kembali ke negara kita. Jadi, sebetulnya itu kan bentuk perjanjian," ujar Hibnu. Sistem ini menawarkan solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara yang terlibat.
Namun, Hibnu menekankan pentingnya selektivitas dalam memilih narapidana yang akan dipulangkan. Pemerintah harus memastikan adanya keuntungan bagi Indonesia dan tidak merugikan sistem hukum nasional. Proses ini membutuhkan pertimbangan yang matang dan strategi yang tepat.
Keuntungan dan Potensi Risiko Pemulangan Narapidana
Di satu sisi, pemulangan narapidana dapat mengurangi beban lembaga pemasyarakatan di Indonesia dan memfasilitasi pemulangan WNI yang terjerat hukum di luar negeri. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam melindungi warga negaranya. Namun, di sisi lain, praktik ini berpotensi menimbulkan persepsi negatif dari negara lain terhadap sistem peradilan Indonesia.
Ada kekhawatiran bahwa negara lain akan menilai Indonesia lunak dalam menjatuhkan hukuman kepada warga negara asing (WNA) karena pada akhirnya mereka akan dipulangkan ke negara asal. Oleh karena itu, diperlukan ketegasan pemerintah dalam merumuskan perjanjian internasional terkait pemulangan narapidana.
Hibnu menyarankan agar perjanjian tersebut mencakup jaminan kepastian hukum. Narapidana yang dipulangkan tetap harus menjalani hukuman sesuai vonis yang telah dijatuhkan di Indonesia, meskipun menjalani hukuman di negara lain. Hal ini penting untuk menjaga wibawa Indonesia sebagai negara hukum di mata internasional.
Perjanjian yang Kuat sebagai Jaminan
Keberhasilan praktik pemulangan narapidana sangat bergantung pada perjanjian yang komprehensif dan tegas antara Indonesia dan negara lain. Perjanjian tersebut harus mencakup detail mekanisme pemulangan, jaminan kepastian hukum bagi narapidana, serta mekanisme pengawasan untuk memastikan perjanjian tersebut dijalankan dengan baik.
Dengan perjanjian yang kuat dan komprehensif, Indonesia dapat memperoleh manfaat dari praktik pemulangan narapidana tanpa mengorbankan wibawa hukumnya di mata internasional. Hal ini membutuhkan diplomasi yang cermat dan pemahaman yang mendalam tentang hukum internasional.
Pemerintah perlu melibatkan berbagai pihak, termasuk pakar hukum internasional, dalam merumuskan perjanjian tersebut. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa perjanjian tersebut melindungi kepentingan Indonesia dan sekaligus memenuhi standar hukum internasional.
Kesimpulan
Pemulangan narapidana menawarkan potensi manfaat yang signifikan bagi Indonesia, namun memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cermat. Ketegasan dalam perjanjian internasional dan selektivitas dalam memilih narapidana yang akan dipulangkan menjadi kunci keberhasilan praktik ini. Dengan demikian, Indonesia dapat meraih manfaat tanpa mengorbankan wibawa hukumnya di mata internasional.