Pasukan Pengawal Swasembada Pangan: 37.000 Penyuluh Pertanian Siap Beraksi
37.000 penyuluh pertanian di seluruh Indonesia bersatu mengawal petani menuju swasembada pangan nasional, ditargetkan produksi beras 32 juta ton pada 2025.

Presiden Prabowo Subianto mencanangkan swasembada pangan, dan ribuan penyuluh pertanian se-Indonesia, baik yang hadir langsung di Jakarta maupun yang mengikuti arahan secara daring dari berbagai penjuru Nusantara, siap mendukung penuh upaya ini. Inpres Nomor 3 Tahun 2025 resmi menjadikan penyuluh pertanian sebagai bagian dari Kementerian Pertanian, di bawah arahan langsung Kementan, menyatukan komando dan visi untuk mewujudkan kemandirian pangan Indonesia. Mereka bukan lagi sekadar prajurit daerah, melainkan pasukan nasional yang siap berjuang dari desa hingga pelosok negeri.
Lebih dari 37.000 penyuluh pertanian, terdiri dari 5.000 penyuluh yang hadir di Jakarta dan 32.000 lainnya yang mengikuti arahan secara daring, telah dikumpulkan untuk menyatukan langkah dalam mencapai target produksi beras nasional. Perubahan besar ini ditandai dengan penghapusan sekat antara pusat dan daerah, sehingga arahan dan koordinasi menjadi lebih efektif dan terintegrasi. Para penyuluh kini memiliki peran yang lebih luas, tidak hanya mengawal masa tanam dan panen, tetapi juga aktif mengawal serapan hasil pertanian untuk menjamin kestabilan harga dan kesejahteraan petani.
Para penyuluh pertanian kini menjadi ujung tombak percepatan swasembada pangan. Mereka didorong untuk aktif dalam mengawal serapan hasil pertanian, memastikan harga tetap stabil, dan meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan semangat kebersamaan dan pantang menyerah, mereka siap membuktikan bahwa keberhasilan pertanian Indonesia lahir dari kerja keras dan dedikasi seluruh elemen yang terlibat. Kementan berperan sebagai rumah besar yang mendukung dan membina para penyuluh dalam menjalankan tugas mulia ini.
Ujung Tombak Swasembada Pangan
Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, menekankan peran penting penyuluh pertanian sebagai garda terdepan dalam pembangunan sektor pertanian. Mereka mendampingi petani dari awal hingga panen, memastikan tercapainya swasembada pangan. "Semua rencana bisa bagus, tapi yang mengerjakan di lapangan adalah para penyuluh," katanya dalam rapat koordinasi yang dihadiri 37.000 penyuluh. Mereka tidak hanya mengawal musim tanam, tetapi juga memantau serapan gabah Bulog hingga ke pelosok desa, berkolaborasi dengan Babinsa.
Sudaryono bahkan memberikan reward nyata bagi penyuluh berprestasi, termasuk motor dinas dan peluang karir yang lebih tinggi. Apresiasi ini diberikan kepada penyuluh yang berhasil mencapai target dalam percepatan luas tambah tanam (LTT), peningkatan Indeks Pertanaman (IP), produktivitas padi, dan akselerasi program utama Kementan. Penyuluh juga diminta sigap menghadapi berbagai tantangan, seperti masalah pupuk, serangan hama, dan membantu penyerapan gabah oleh Bulog.
Penyuluh menjadi penghubung antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan petani, memberikan pendampingan mulai dari pemilihan benih unggul hingga penggunaan alat mesin pertanian modern. Mereka dituntut untuk selalu mendampingi petani, memastikan setiap musim tanam berjalan lancar dan sesuai harapan. Komitmen dan dedikasi penyuluh menjadi kunci keberhasilan program swasembada pangan.
Dengan target produksi beras sebesar 32 juta ton pada tahun 2025, peran penyuluh pertanian semakin krusial. Mereka harus memastikan setiap butir beras sampai ke meja masyarakat Indonesia.
Target Produksi Beras 32 Juta Ton dan Stok Nasional
Pemerintah Indonesia menargetkan produksi beras sebesar 32 juta ton pada tahun 2025, peningkatan satu juta ton dari target tahun sebelumnya. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, optimis target tersebut dapat terlampaui, bahkan memprediksi produksi hingga 34 juta ton. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang pro-rakyat dan kerja keras 37.000 penyuluh pertanian.
Per April 2025, stok beras nasional mencapai 3,18 juta ton, tertinggi dalam 23 tahun terakhir. Keberhasilan ini menunjukkan strategi pemerintah dalam memperkuat sektor pangan nasional berjalan efektif. Kondisi ini sangat kontras dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Jepang yang menghadapi krisis pangan akibat gagal panen dan cuaca ekstrem. Mentan menekankan pentingnya ketahanan pangan nasional untuk mencegah konflik sosial dan menjaga stabilitas negara.
Kolaborasi antara pemerintah daerah, BUMN, dan TNI-Polri juga berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Sinergi ini memastikan stok nasional tetap stabil di tengah ketidakpastian global. Keberhasilan ini merupakan bukti nyata komitmen pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia.
Kawal Petani Menuju Swasembada Pangan
Para penyuluh pertanian dari berbagai daerah menyatakan kesiapan mereka untuk mendukung program swasembada pangan. Mereka berkomitmen untuk berkontribusi dalam LTT, pengawalan Brigade Pangan, optimalisasi pemanfaatan Alsintan, dan pengawalan serap gabah. Rizky Hasim dari Lombok Tengah, NTB, misalnya, siap menjadi penghubung antara Kementan dan petani, menyampaikan kebijakan pemerintah dan memberikan pendampingan optimal.
Rizky juga menyampaikan apresiasi atas kenaikan HPP gabah menjadi Rp6.500 per kg. Ia berkomitmen untuk membimbing petani meningkatkan produksi padi. Evi Yulianti dari Lampung Selatan menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat pertanian daerah. Ia menggerakkan sinergi antara petani, Gapoktan, kepala desa, hingga aparat pemerintah.
Rizal dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, merasakan dampak positif perubahan status penyuluh pertanian. Ia menerima penghargaan berupa kendaraan dinas atas dedikasinya. Indeks pertanaman di daerahnya meningkat, dan produksi gabah melonjak signifikan. Kisah Rizal dan penyuluh lainnya menunjukkan peran penting penyuluh pertanian dalam mewujudkan swasembada pangan Indonesia.
Dengan semangat, dedikasi, dukungan pemerintah, dan kerja keras di lapangan, para penyuluh pertanian membuktikan bahwa mereka adalah kunci untuk mewujudkan swasembada dan kedaulatan pangan Indonesia. Tanpa mereka, produktivitas pangan nasional akan sulit dicapai karena mereka bekerja langsung di lapangan dan memahami kebutuhan petani.