Pemerintah Percepat JETP: Revisi CIPP dan Satgas TEH Jadi Kunci
Pemerintah Indonesia percepat pelaksanaan Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) melalui revisi CIPP, pembentukan Satgas TEH, dan optimalisasi pendanaan untuk mencapai target emisi 2030.

JAKARTA, 24 Maret 2024 - Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, tengah gencar mempercepat pelaksanaan Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP). Langkah ini diambil untuk mendukung transisi energi nasional menuju net zero emission pada tahun 2060, atau bahkan lebih cepat. Strategi percepatan ini diumumkan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin lalu, dan melibatkan berbagai kementerian serta negara-negara mitra.
Percepatan JETP ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca demi mencapai target nasional dan komitmen internasional. Selain itu, perubahan kepemimpinan dalam JETP pasca penarikan diri Amerika Serikat juga mendorong Indonesia untuk mengambil inisiatif lebih aktif dalam mengelola program ini. Dengan kepemimpinan baru dari Jerman dan Jepang, serta dukungan dari negara-negara anggota International Partners Group (IPG), Indonesia optimistis dapat mencapai target pengurangan emisi.
Salah satu strategi kunci yang diungkapkan Menko Airlangga adalah revisi terhadap The Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP). Revisi ini bertujuan untuk menyelaraskan rencana investasi dan kebijakan dengan kondisi ekonomi terkini, regulasi yang berlaku, dan kesiapan infrastruktur nasional. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan JETP.
Revisi CIPP dan Percepatan Pencairan Dana
Revisi CIPP menjadi langkah krusial dalam percepatan JETP. Pemerintah menyadari pentingnya keselarasan antara rencana, regulasi, dan kondisi lapangan. Dengan revisi ini, diharapkan proses investasi dan implementasi program dapat berjalan lebih lancar dan terhindar dari hambatan birokrasi. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk mempercepat pencairan dana dan mengoptimalkan skema pendanaan yang telah tersedia.
Transparansi dan akuntabilitas juga menjadi prioritas. Pemerintah berencana membangun sistem pemantauan dan evaluasi berbasis digital yang dapat diakses oleh seluruh pemangku kepentingan. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana dan pelaksanaan program JETP.
Langkah lain yang diambil adalah peningkatan koordinasi dan evaluasi berkala. Dengan koordinasi yang lebih intensif antar kementerian dan lembaga terkait, diharapkan pelaksanaan JETP dapat berjalan lebih efektif dan terintegrasi.
Peran Satgas TEH dan Dukungan Internasional
Pemerintah juga telah membentuk Satuan Tugas Transisi Energi dan Ekonomi Hijau (Satgas TEH) berdasarkan Keputusan Menko Perekonomian No. 141/2025. Satgas ini memiliki empat kelompok kerja yang fokus pada energi hijau, industri hijau, kemitraan dan investasi hijau, serta pengembangan sosial, ekonomi, dan sumber daya manusia. Keberadaan Satgas TEH diharapkan dapat memperkuat koordinasi dan pelaksanaan program JETP.
Dukungan internasional juga menjadi faktor penting dalam percepatan JETP. Setelah Amerika Serikat menarik diri, kepemimpinan JETP kini berada di tangan Jerman dan Jepang. Mereka, bersama dengan negara-negara anggota IPG (Denmark, Inggris, Italia, Kanada, Norwegia, Prancis, dan Uni Eropa), akan terus mendukung Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi sebesar 31,89 persen secara mandiri dan hingga 43 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030. "Targetnya adalah untuk mendukung transisi energi di Indonesia menuju net zero emission di 2060 atau lebih cepat," tegas Menko Airlangga.
Dengan strategi yang komprehensif dan dukungan internasional yang kuat, Indonesia optimistis dapat mencapai target pengurangan emisi dan mewujudkan transisi energi yang adil dan berkelanjutan. Komitmen pemerintah untuk merevisi CIPP, membentuk Satgas TEH, dan mengoptimalkan pendanaan menunjukkan keseriusan dalam mencapai tujuan tersebut.
Keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi. Kerja sama dan kolaborasi yang kuat di semua level sangat penting untuk memastikan keberhasilan transisi energi di Indonesia.