Perempuan dan Era AI: Peran Strategis di Tengah Disrupsi Teknologi
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan menekankan pentingnya peran strategis perempuan Indonesia dalam menghadapi disrupsi kecerdasan buatan (AI) dan menyerukan kesiapan menghadapi perubahan di pasar kerja.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan, di Jakarta pada Jumat, 25 April, menekankan pentingnya peran strategis perempuan dalam menghadapi disrupsi teknologi kecerdasan buatan (AI). Hal ini penting karena disrupsi AI diperkirakan akan menghilangkan 83 juta pekerjaan, sementara hanya menciptakan 69 juta pekerjaan baru, mengancam kesenjangan yang lebih besar jika perempuan Indonesia tidak dipersiapkan. Wamenaker menyerukan adaptasi dan pelatihan untuk menghadapi tantangan ini.
Pernyataan Wamenaker ini muncul sebagai respon terhadap ancaman nyata pengurangan lapangan kerja akibat otomatisasi yang disebabkan oleh perkembangan pesat teknologi AI. Ancaman ini terutama dirasakan oleh kelompok pekerja rentan, termasuk perempuan, penyandang disabilitas, dan lansia. Oleh karena itu, upaya proaktif untuk mempersiapkan angkatan kerja Indonesia, khususnya perempuan, menjadi sangat krusial.
Wamenaker mendorong pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) untuk menghadapi perubahan ini. Ia juga menekankan perlunya kebijakan afirmatif yang inklusif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi untuk memastikan kesetaraan gender dalam dunia kerja yang terus berubah. Pemerintah, menurut Wamenaker, tidak hanya membuat regulasi, tetapi juga mengawasi implementasinya untuk mencegah adanya pihak yang tertinggal.
Peran Perempuan dalam Menghadapi Disrupsi AI
Wamenaker Noel secara khusus menyoroti perlunya peningkatan literasi digital dan penguatan keterampilan bagi pekerja perempuan. Ia melihat potensi besar perempuan Indonesia untuk berkontribusi dalam menghadapi tantangan disrupsi AI. Dengan pelatihan dan dukungan yang tepat, perempuan dapat mengambil peran strategis dalam berbagai sektor, termasuk sektor-sektor yang terdampak otomatisasi.
Lebih lanjut, Wamenaker mendorong perempuan untuk aktif dalam kewirausahaan berbasis digital dan industri kreatif. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing. Dengan demikian, perempuan tidak hanya menjadi korban disrupsi, tetapi juga menjadi bagian dari solusi dan penggerak kemajuan ekonomi digital.
Pemerintah, menurut Wamenaker, memiliki peran penting dalam memfasilitasi transisi ini. Dukungan berupa pelatihan, akses pendanaan, dan pengembangan infrastruktur digital sangat dibutuhkan untuk membantu perempuan beradaptasi dan berkembang dalam era AI. Inisiatif ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan gender dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam ekonomi digital.
Kebijakan Afirmatif dan Pengawasan Teknologi
Wamenaker juga menekankan pentingnya kebijakan afirmatif yang inklusif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi. Kebijakan ini harus dirancang untuk melindungi pekerja rentan dan memastikan kesetaraan gender dalam dunia kerja. Hal ini mencakup akses yang adil terhadap pelatihan, kesempatan kerja, dan perlindungan hukum.
Selain itu, Wamenaker juga mendorong pembentukan lembaga pengawasan teknologi dan ketenagakerjaan. Lembaga ini akan berperan penting dalam memastikan bahwa implementasi teknologi AI dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak merugikan pekerja, khususnya perempuan. Pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah eksploitasi dan memastikan keadilan di tempat kerja.
“Pemerintah tidak hanya menyusun regulasi yang adil, tetapi juga mendorong pembentukan lembaga pengawasan teknologi dan ketenagakerjaan agar tidak ada pihak yang tertinggal,” kata Wamenaker Noel, menegaskan komitmen pemerintah dalam menciptakan lingkungan kerja yang adil dan inklusif di era AI.
Dengan adanya komitmen pemerintah dan peran aktif perempuan, Indonesia diharapkan mampu menghadapi tantangan disrupsi AI dan menciptakan masa depan kerja yang lebih baik dan setara bagi semua.
Kesimpulan: Tantangan disrupsi AI membutuhkan kesiapan dan adaptasi yang cepat, khususnya bagi perempuan. Dengan pelatihan, kebijakan afirmatif, dan pengawasan yang tepat, Indonesia dapat memastikan perempuan mengambil peran strategis dan meraih kesuksesan di era digital ini.