PHRI NTB Dorong Perbanyak Agenda, Kunci Geliat Pariwisata NTB Pasca-Pandemi
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB mendesak pemerintah memperbanyak agenda skala nasional dan internasional demi menghidupkan kembali pariwisata NTB yang sempat terpuruk.

Mataram, NTB – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Nusa Tenggara Barat (NTB) secara tegas mendesak pemerintah untuk memperbanyak agenda, ajang, atau event berskala nasional maupun internasional. Desakan ini bertujuan utama untuk menggerakkan kembali geliat pariwisata NTB yang sempat lesu akibat berbagai tantangan. Ketua PHRI NTB, Ni Ketut Wolini, menyampaikan pandangannya di Mataram pada Senin (11/8), menekankan pentingnya inisiatif ini.
Menurut Wolini, jika setiap dinas di daerah mampu mendatangkan event sekelas Festival Olahraga Rekreasi Masyarakat Nasional (Fornas), maka Nusa Tenggara Barat akan menjadi sangat ramai dan berdampak positif. Dorongan ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak untuk memulihkan sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung ekonomi lokal. PHRI melihat event besar sebagai katalisator utama dalam menarik wisatawan dan menggenjot perekonomian.
Pengalaman dari ajang Fornas VIII yang berlangsung pada 26 Juli hingga 1 Agustus 2025 menjadi bukti nyata potensi besar yang dimiliki event semacam ini. Acara tersebut berhasil menjadi mesin penggerak ekonomi lokal bagi NTB, dengan proyeksi perputaran uang mencapai sekitar Rp130 miliar. Angka fantastis ini berasal dari berbagai sektor, termasuk akomodasi, transportasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), hingga kuliner, menunjukkan dampak ekonomi yang signifikan.
Dampak Positif Event Besar Terhadap Pariwisata NTB
Penyelenggaraan event berskala besar terbukti memberikan dampak positif yang luar biasa bagi sektor pariwisata NTB. Selama Fornas VIII, okupansi hotel di Lombok dan sekitar Gili Trawangan melonjak drastis, bahkan mencapai lebih dari 90 persen. Beberapa kamar hotel bahkan sudah penuh terpesan sejak 10 hari sebelum pelaksanaan Fornas VIII dimulai, menunjukkan tingginya permintaan.
Selain akomodasi, sektor transportasi juga merasakan efek domino positif. Angka permintaan jasa transportasi laut, khususnya kapal cepat, melesat hingga 200 persen. Ini menandakan bahwa event besar tidak hanya mengisi hotel, tetapi juga menggerakkan seluruh rantai pasok pariwisata, dari transportasi hingga UMKM lokal yang menyediakan kebutuhan wisatawan.
PHRI NTB berharap pemerintah dapat mengambil pelajaran dari kesuksesan Fornas VIII. Dengan memperbanyak event serupa, baik yang berfokus pada olahraga, budaya, maupun seni, NTB dapat secara konsisten menarik pengunjung. Hal ini akan menciptakan stabilitas ekonomi bagi pelaku usaha pariwisata dan membuka lebih banyak lapangan kerja.
Tantangan dan Solusi Pengembangan Pariwisata NTB
Meskipun potensi event sangat besar, Wolini mengakui bahwa masih ada tantangan yang perlu diatasi untuk pengembangan pariwisata NTB. Salah satu masalah utama adalah harga tiket pesawat terbang yang mahal, yang berdampak negatif terhadap animo turis untuk datang ke Nusa Tenggara Barat. Ini menjadi hambatan signifikan yang perlu dicarikan solusi bersama antara pemerintah dan maskapai penerbangan.
Selain itu, pemerintah juga perlu menambah destinasi wisata atraksi agar turis betah berlibur lebih lama di NTB. Objek seni dan budaya yang bersanding dengan keindahan alam dapat menjadi kolaborasi paripurna untuk menjadi magnet bagi para wisatawan. Pengembangan destinasi baru yang unik dan menarik akan memperkaya pengalaman berwisata di NTB.
Sektor pariwisata di Nusa Tenggara Barat sangat bergantung pada industri Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE). Berbagai dinamika global dan kebijakan pemerintah memiliki dampak signifikan bagi usaha hotel dan restoran yang bergantung pada agenda MICE tersebut. Oleh karena itu, dukungan terhadap sektor MICE menjadi krusial untuk keberlangsungan pariwisata NTB.
Harapan PHRI untuk Keberlanjutan Pariwisata NTB
Sektor pariwisata NTB telah menghadapi serangkaian tantangan berat dalam beberapa tahun terakhir. Gempa bumi tahun 2018, disusul pandemi virus Corona dari tahun 2020 hingga akhir 2022, telah memberikan dampak signifikan bagi lapangan usaha pariwisata, khususnya bisnis hotel dan restoran di NTB. Banyak pelaku usaha yang terpaksa berjuang keras untuk bertahan.
Situasi semakin diperparah dengan kebijakan efisiensi anggaran pada tahun 2025, yang menambah deretan persoalan bagi pengelolaan pariwisata di NTB. Akibatnya, banyak hotel terpaksa mengurangi tenaga kerja, bahkan ada yang harus tutup. Beberapa hotel bahkan hanya mempekerjakan karyawan sesuai proyek acara yang sedang digarap untuk mengurangi biaya operasional yang berat.
Wolini menegaskan bahwa semua kegiatan harus ada agar menambah perekonomian di Nusa Tenggara Barat. Ia berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terhadap sektor ini, dengan memfasilitasi lebih banyak event dan mengatasi hambatan seperti harga tiket pesawat. Dukungan berkelanjutan akan memastikan pariwisata NTB dapat pulih sepenuhnya dan terus berkembang di masa depan.