Potensi Ekonomi Restorasi Gambut dan Mangrove: Investasi Berkelanjutan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyoroti potensi ekonomi yang besar dari restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove, menawarkan peluang investasi berkelanjutan dan perdagangan karbon.
![Potensi Ekonomi Restorasi Gambut dan Mangrove: Investasi Berkelanjutan](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/01/31/230206.989-potensi-ekonomi-restorasi-gambut-dan-mangrove-investasi-berkelanjutan-1.jpeg)
KLHK Sorot Potensi Ekonomi dari Restorasi Gambut dan Mangrove
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru-baru ini mengumumkan potensi ekonomi yang signifikan dari restorasi lahan gambut dan rehabilitasi mangrove di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam ESG Sustainable Forum 2025 yang digelar pada Jumat lalu. Pernyataan ini membuka peluang investasi baru bagi dunia usaha yang fokus pada keberlanjutan lingkungan.
Investasi Hijau dan Peluang Perdagangan Karbon
Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan KLHK, Sigit Reliantoro, menjelaskan bahwa restorasi gambut seluas 4,1 juta hektare telah berhasil mengurangi emisi sekitar 302,9 juta ton CO2 per tahun. Prestasi ini menghasilkan potensi perdagangan karbon yang sangat menjanjikan, diperkirakan mencapai Rp48 triliun hingga Rp184 triliun per tahun. Sigit mendorong dunia usaha untuk memasukkan restorasi ekosistem gambut sebagai bagian dari strategi Environmental, Social, and Governance (ESG) mereka.
ESG: Panduan Bisnis Berkelanjutan
Konsep ESG, singkatan dari Environmental, Social, and Governance, kini menjadi acuan penting dalam pengambilan keputusan bisnis dan investasi. ESG menekankan pentingnya pertimbangan lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik dalam setiap aktivitas perusahaan.
Rehabilitasi Mangrove dan Silvofishery
Selain gambut, KLHK juga melihat potensi besar dalam rehabilitasi mangrove. Meskipun membutuhkan investasi sekitar 3.900 dolar AS per hektare, rehabilitasi mangrove diperkirakan akan meningkatkan nilai ekosistem hingga 15.000 dolar AS per hektare per tahun. Angka ini bahkan dapat mencapai 50.000 dolar AS per hektare jika dikombinasikan dengan silvofishery, yaitu sistem budidaya ikan yang berkelanjutan di ekosistem mangrove.
Pemulihan Pesisir dan Perdagangan Karbon Internasional
Pemulihan ekosistem pesisir juga diperkirakan menghasilkan keuntungan sekitar 6.760 dolar AS per hektare, terutama dari sektor perikanan dan penyerapan karbon. Indonesia, dengan luas mangrove sekitar 3 juta hektare, memiliki sumber daya yang melimpah untuk dimanfaatkan dalam perdagangan karbon, baik domestik maupun internasional. Indonesia sendiri telah memulai perdagangan karbon internasional sejak Januari 2025.
Kesimpulan: Menuju Ekonomi Hijau dan Biru
Potensi ekonomi dari restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove selaras dengan visi Indonesia untuk membangun ekonomi hijau dan biru yang berkelanjutan. Peluang investasi dan perdagangan karbon yang besar ini menawarkan kesempatan bagi dunia usaha untuk berkontribusi pada pelestarian lingkungan sekaligus meraih keuntungan ekonomi yang signifikan.