Produk Tembakau Alternatif: Akademisi Unpad Nilai Risiko Kesehatan Berkurang
Akademisi Unpad menilai produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik dan tembakau panas mengurangi risiko kesehatan dibanding rokok konvensional karena tanpa pembakaran, meskipun bukan tanpa risiko.

Jakarta, 7 Maret 2024 (ANTARA) - Seorang akademisi dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Padjadjaran (Unpad), Dr. Indra Mustika, menyatakan bahwa perokok yang beralih ke produk tembakau alternatif berpotensi mengalami pengurangan risiko kesehatan. Pernyataan ini disampaikannya dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat lalu. Ia menjelaskan bagaimana produk-produk ini, seperti rokok elektronik dan tembakau yang dipanaskan, bekerja secara berbeda dari rokok konvensional dan dampaknya terhadap kesehatan perokok.
Menurut Dr. Mustika, perbedaan utama terletak pada prosesnya. Rokok konvensional dibakar, menghasilkan ribuan zat kimia berbahaya, termasuk tar, karbon monoksida, dan berbagai karsinogen. Zat-zat inilah yang menjadi penyebab utama penyakit serius seperti kanker paru-paru dan penyakit kardiovaskular. Dengan tidak adanya proses pembakaran pada produk tembakau alternatif, yang menggantinya dengan sistem pemanasan, jumlah zat berbahaya yang masuk ke dalam tubuh berkurang secara signifikan.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa produk tembakau alternatif tetap memiliki risiko kesehatan, meskipun lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. Dr. Mustika menekankan bahwa berhenti merokok sepenuhnya tetap merupakan pilihan terbaik untuk kesehatan. Ia berharap temuan ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.
Pengurangan Risiko dan Kebijakan Tembakau
Dr. Indra Mustika menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan pendekatan pengurangan risiko atau harm reduction dalam strategi pengendalian tembakau. Ia mencontohkan beberapa negara seperti Inggris dan Selandia Baru yang telah berhasil menurunkan angka perokok dengan mengadopsi strategi serupa, termasuk memberikan informasi yang transparan mengenai alternatif yang lebih rendah risiko.
Penerapan strategi pengurangan risiko, menurutnya, tidak berarti melegalkan merokok. Sebaliknya, strategi ini bertujuan untuk memberikan pilihan yang lebih aman bagi perokok yang ingin mengurangi paparan zat berbahaya. Hal ini sejalan dengan upaya untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia.
Namun, Dr. Mustika juga menekankan pentingnya regulasi yang ketat untuk memastikan produk tembakau alternatif tidak menarik bagi non-perokok, terutama remaja. Regulasi juga diperlukan untuk mengawasi kualitas produk dan memastikan keamanannya bagi pengguna.
Ia menambahkan, "Temuan ini bisa menjadi dasar bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan strategi pengurangan dampak buruk dalam regulasi tembakau. Namun regulasi tetap diperlukan untuk memastikan produk ini tidak menarik bagi non-perokok dan remaja, serta adanya pengawasan kualitas untuk memastikan keamanan penggunaannya."
Pertimbangan Lebih Lanjut
Kesimpulannya, peralihan ke produk tembakau alternatif dapat menjadi salah satu strategi dalam upaya mengurangi risiko kesehatan bagi perokok. Namun, perlu diingat bahwa strategi ini bukanlah solusi sempurna dan berhenti merokok sepenuhnya tetap menjadi pilihan terbaik. Regulasi yang tepat dan edukasi publik yang komprehensif sangat krusial dalam penerapan pendekatan pengurangan risiko ini.
Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk edukasi kesehatan masyarakat, pengawasan ketat terhadap produksi dan distribusi produk tembakau alternatif, serta kampanye anti-rokok yang efektif untuk mencapai tujuan penurunan angka perokok di Indonesia. Pendekatan yang komprehensif dan berimbang sangat penting untuk keberhasilan strategi ini.