Prospek Cerah Industri Otomotif Indonesia 2025: Danamon Optimistis!
Bank Danamon memprediksi membaiknya industri otomotif Indonesia pada 2025, didorong daya beli konsumen, suku bunga rendah, dan ekspansi manufaktur.

Jakarta, 19 Februari 2025 - PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) mengungkapkan optimisme terhadap prospek industri otomotif nasional pada tahun 2025. Perbaikan daya beli konsumen, penurunan suku bunga, dan pertumbuhan sektor manufaktur diyakini menjadi pendorong utama membaiknya industri yang berkontribusi sekitar 20 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia ini. Hal ini disampaikan oleh Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang, dalam acara Media Gathering Danamon di Jakarta.
Situmorang menjelaskan bahwa perbaikan ekonomi global berdampak positif pada daya beli masyarakat. "Jadi kalau ekonomi globalnya membaik, ya harusnya konsumen juga punya daya beli karena industri itu kan enggak akan expand kalau konsumsinya (masyarakat) enggak membaik," ujarnya. Ia menambahkan bahwa tren positif ini mulai terlihat sejak awal tahun 2025, seiring dengan berbagai indikator ekonomi yang menunjukkan perbaikan.
Kondisi ini diperkuat oleh data Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Januari 2025 mencapai level 127,2, mencerminkan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi. Selain itu, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia juga meningkat dari 51,2 pada Desember 2024 menjadi 51,9 pada Januari 2025, menunjukkan peningkatan aktivitas di sektor manufaktur yang berpengaruh signifikan terhadap industri otomotif.
Faktor Pendukung Perbaikan Industri Otomotif
Salah satu faktor kunci yang mendorong pemulihan industri otomotif adalah penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. Sejak tahun 2024, BI telah memangkas suku bunga acuan menjadi 5,75 persen, dan level tersebut dipertahankan hingga Februari 2025. "Jadi kita melihat sih ada arah ke perbaikan. Karena kalau di 2023-2024 kan itu suku bunga naik terus tuh, dari 3,5 persen sampai ke 6,25 persen. Yang kita tahu kan konsumen pasti akan mengerem belanjanya, jadi industrinya agak tertahan," jelas Situmorang.
Meskipun kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpotensi memberikan dampak tidak langsung terhadap Indonesia, dampaknya diperkirakan tidak sebesar negara-negara lain seperti Vietnam, Thailand, Kanada, dan Meksiko yang memiliki hubungan dagang lebih erat dengan AS. China dan India, mitra dagang terbesar Indonesia, menjadi negara-negara yang menjadi target kebijakan tarif tersebut.
Namun, Situmorang mengingatkan bahwa tantangan tetap ada, terutama dalam hal infrastruktur pendukung dan persepsi konsumen. Meskipun prospek industri otomotif secara umum positif, segmen kendaraan listrik (EV) masih menghadapi kendala signifikan.
Tantangan Kendaraan Listrik (EV) di Indonesia
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pangsa pasar kendaraan listrik masih relatif kecil, sekitar 10 hingga 11 persen. Kendaraan hybrid masih mendominasi dengan pangsa pasar sekitar 37 hingga 40 persen, sementara mayoritas pasar masih dikuasai kendaraan berbahan bakar konvensional. Tantangan utama bagi EV di Indonesia adalah infrastruktur pengisian daya yang masih terbatas dan aksesibilitas bagi konsumen.
Persepsi konsumen terhadap EV juga masih menjadi kendala, terutama terkait layanan purna jual dan daya tahan baterai. "Ini memang ada tantangan untuk EV untuk semakin disukai. Hanya mungkin lebih disukai untuk yang segmen (konsumen) yang memang premium karena menawarkan insentif pajak yang lebih murah. Maka dari itu, kita melihatnya enggak terlalu positif untuk EV," tutur Situmorang.
Terlepas dari tantangan tersebut, PT Bank Danamon Indonesia Tbk bersama Adira Finance dan MUFG tetap optimistis terhadap prospek industri otomotif nasional ke depan. Mereka melihat potensi pertumbuhan yang signifikan seiring dengan perbaikan ekonomi makro dan peningkatan daya beli masyarakat.
Kesimpulannya, meskipun terdapat tantangan, khususnya di sektor kendaraan listrik, prospek industri otomotif Indonesia pada 2025 tampak cerah berkat perbaikan ekonomi makro dan kebijakan moneter yang mendukung. Hal ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang signifikan bagi industri otomotif di masa mendatang.