Pungli Preman Berkedok Ormas Resahkan Pedagang Pasar Induk Kramat Jati
Pedagang kaki lima di Pasar Induk Kramat Jati mengeluhkan pungutan liar oleh preman berkedok ormas yang telah berlangsung puluhan tahun, menyebabkan kerugian dan ketidakadilan.

Jakarta, 14 Mei 2024 - Suasana Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, diwarnai keresahan. Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) menjadi korban pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh preman berkedok organisasi kemasyarakatan (ormas). Aksi pemerasan ini telah berlangsung selama puluhan tahun, menimbulkan kerugian finansial dan ketidakadilan bagi para pedagang.
Karsidi (46), salah satu PKL yang menjadi korban, mengungkapkan bahwa dirinya dan pedagang lain dipaksa membayar uang setoran bulanan sebesar Rp1 juta dan uang harian Rp20 ribu kepada preman tersebut. "Setiap bulan itu harus membayar Rp1 juta, tapi nanti setiap hari harus bayar juga uang harian Rp20 ribu. Kalau tidak setor ya ga bakal boleh jualan di sini," ungkap Karsidi di Jakarta Timur, Rabu.
Praktik pungli ini diduga telah merugikan para pedagang secara signifikan. Dengan jumlah PKL sekitar 150 orang, perhitungan kasar menunjukkan aliran dana mencapai Rp225 juta per bulan masuk ke kantong oknum ormas. Uang tersebut diduga berasal dari sewa lahan milik pemerintah daerah, bukan retribusi resmi.
Bayang-Bayang Premanisme di Pasar Induk Kramat Jati
Karsidi mengaku, aksi premanisme ini telah berlangsung sejak lama, bahkan sebelum dirinya berjualan di Pasar Induk Kramat Jati. Keberadaan oknum ormas ini menciptakan rasa takut di kalangan PKL, sehingga mereka terpaksa menuruti permintaan pungli. "Karena kalau ada yang melarang dari ormasnya pasti langsung turun. Bahkan, beberapa hari lalu kepala sekuriti Pasar Induk Kramat Jati hampir dipukuli oleh oknum ormas saat berupaya melakukan penertiban," tambahnya.
Bukan hanya PKL yang dirugikan. Pedagang resmi di dalam los Pasar Induk Kramat Jati yang telah membayar retribusi kepada Perumda Pasar Jaya juga merasa keberatan dengan keberadaan PKL yang dinilai mengganggu dan mendapatkan perlindungan dari oknum ormas. Mereka menilai keberadaan PKL yang bebas berjualan di depan akses masuk los telah berlangsung puluhan tahun dan jumlahnya mencapai ratusan pedagang.
Riki (51), salah satu pedagang resmi, mengungkapkan kekesalannya. "Mereka bisa berjualan karena bayar jutaan ke oknum ormas dan sudah puluhan tahun jadi sulit untuk ditertibkan. Makanya, kami berharap revitalisasi dan penataan segera dilanjutkan dan ketika sudah rapi pasti akan lebih banyak lagi pembeli yang datang," jelasnya.
Harapan Penertiban dan Revitalisasi Pasar
Riki berharap pihak kepolisian segera turun tangan untuk menindak tegas oknum ormas yang melakukan pungli dan meresahkan para pedagang. Keberadaan premanisme ini tidak hanya merugikan pedagang, tetapi juga merusak citra Pasar Induk Kramat Jati dan mengganggu aktivitas perdagangan di pasar tersebut. Penertiban dan revitalisasi pasar diharapkan dapat menciptakan lingkungan perdagangan yang lebih aman, tertib, dan adil bagi semua pedagang.
Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan hukum dan perlindungan bagi pedagang kecil dari praktik premanisme. Diharapkan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dapat bekerja sama untuk memberantas pungli dan menciptakan pasar yang lebih baik bagi semua pihak.
Selain itu, revitalisasi dan penataan pasar juga sangat penting untuk meningkatkan kenyamanan dan daya tarik pasar bagi pembeli. Dengan pasar yang lebih tertib dan tertata, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para pedagang dan memajukan perekonomian di wilayah tersebut.