Reses DPD Tambah, APBN Tertekan? Pengamat Hukum Angkat Bicara
Pengamat hukum, Hardjuno Wiwoho, memperingatkan potensi tekanan terhadap APBN akibat penambahan waktu reses DPD yang dinilai tidak efisien dan berpotensi melanggar prinsip pengelolaan keuangan negara.

Pengamat Hukum Kritik Tambahan Waktu Reses DPD
Perdebatan terkait penambahan waktu reses Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memanas. Hardjuno Wiwoho, seorang pengamat hukum dan pembangunan, menyoroti potensi dampak negatifnya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pernyataan ini disampaikan di Jakarta, Jumat (17/1), seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Biaya Reses DPD dan Beban APBN
Hardjuno menjelaskan bahwa biaya reses anggota DPD terbilang signifikan. Dengan estimasi biaya sekitar Rp350 juta per anggota dan jumlah anggota DPD sebanyak 152 orang, maka total biaya yang dikeluarkan dari APBN untuk reses tambahan ini mencapai angka yang cukup fantastis. Ia mempertanyakan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana publik sebesar itu.
Pertentangan dengan Regulasi dan Prinsip Keuangan Negara
Menurut Hardjuno, penambahan waktu reses DPD bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ia berpendapat bahwa masa reses DPD seharusnya selaras dengan DPR. Penambahan ini, menurutnya, melanggar prinsip efisiensi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, sebagaimana tercantum dalam undang-undang terkait.
Dampak terhadap Tata Kelola Keuangan Negara
Lebih lanjut, Hardjuno menekankan bahwa keputusan ini dapat merusak prinsip-prinsip tata kelola keuangan negara yang baik. Selama ini, sinkronisasi jadwal sidang dan reses DPD dengan DPR telah berjalan baik untuk menjamin efektivitas fungsi legislasi, pengawasan, dan representasi. Ia mendesak agar penambahan biaya reses dihentikan untuk mencegah pemborosan dana APBN.
Korupsi, Bukan Hanya Tindakan Melawan Hukum
Pengamat tersebut juga mengingatkan bahwa korupsi tidak hanya berupa tindakan ilegal secara langsung, tetapi juga mencakup pelanggaran prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan negara. Prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab harus diutamakan. Oleh karena itu, ia berharap kritiknya dapat menjadi pertimbangan bagi pimpinan DPD untuk membuat kebijakan anggaran yang lebih bijak.
Perbedaan Jumlah Reses DPD: Masa Jabatan 2019-2024 vs 2024-2029
Pada periode 2019-2024, DPD melaksanakan reses empat kali, sama dengan DPR. Namun, pada periode 2024-2029, jumlah reses meningkat menjadi lima kali, termasuk dua kali di bulan Oktober dan Desember 2024, serta tiga kali lagi di tahun 2025.
Seruan untuk Transparansi dan Koreksi Kebijakan
Hardjuno berharap semua pihak terkait bersikap terbuka terhadap kritik dan segera melakukan langkah korektif. Ia menekankan pentingnya evaluasi dan perbaikan kebijakan yang telah diambil untuk memastikan penggunaan anggaran negara yang bertanggung jawab dan efisien.