RUU KUHAP: Penguatan Pengawasan APH, Bukan Reduksi Kewenangan
Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, mendorong RUU KUHAP untuk memperkuat pengawasan terhadap APH, alih-alih mengurangi kewenangannya, guna mencegah pelanggaran HAM.

Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, menekankan perlunya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk lebih fokus pada penguatan pengawasan terhadap Aparat Penegak Hukum (APH). Pernyataan ini disampaikan di Jakarta pada Jumat, 16 Mei 2023. Sudirta menegaskan bahwa RUU KUHAP seharusnya menjadi instrumen untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi APH, bukan untuk mengurangi kewenangannya.
Sudirta menjelaskan bahwa keluhan masyarakat terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses penyidikan masih sangat tinggi. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih tajam dan menyeluruh terhadap penyidik sangat diperlukan. Ia menilai pengawasan internal, seperti Wasidik (pengawasan penyidik), belum cukup efektif dalam mencegah pelanggaran HAM.
"Kita tidak akan pernah mereduksi kewenangan aparat penegak hukum, jaksa, polisi, tidak bisa. Tapi ada tapinya. Jika kewenangannya tidak direduksi, apa yang bisa kita lakukan? Pengawasan. Apalagi? Ya, pengawasan," tegas Sudirta dalam keterangan tertulisnya.
Pentingnya Pengawasan Internal dan Eksternal
Sudirta menyoroti perlunya peningkatan kualitas pengawasan internal. Ia menekankan pentingnya memilih polisi-polisi terbaik untuk ditempatkan di bagian pengawasan penyidik. Hal ini bertujuan untuk memastikan kinerja polisi yang baik dan dapat dipercaya. "Harus dicari polisi-polisi terbaik yang ada di pengawasan penyidik. Itu untuk memastikan kerja-kerja polisi itu baik dan dapat dipercaya,” ujarnya.
Selain pengawasan internal, Sudirta juga menjabarkan tiga bentuk pengawasan eksternal yang krusial. Pertama, pengawasan dari penuntut umum yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap berkas perkara yang diajukan ke pengadilan. "Kalau berkasnya tidak lengkap, yang dipermalukan itu penuntut umum. Maka dia adalah pengawas garda terdepan bagi penyidik,” jelasnya.
Kedua, pengawasan dari masyarakat melalui berbagai jalur, seperti media, tokoh masyarakat, dan akademisi hukum. Transparansi di tubuh kepolisian, menurutnya, sangat penting untuk membuka ruang kontrol publik. Ketiga, dan yang tak kalah penting, adalah pengawasan melalui CCTV di ruang penyidikan. "CCTV itu tidak hanya membuat terang benderang prosesnya, tapi juga bisa menjadi alat evaluasi langsung terhadap pelanggaran yang terjadi,” kata Sudirta.
Ia juga mengingatkan pentingnya tindak lanjut yang tegas terhadap temuan pelanggaran yang terekam CCTV. "Kalau memang bagus, beri penghargaan. Kalau melanggar, jangan didiamkan,” tegasnya.
Transparansi dan Akuntabilitas APH
Pernyataan Sudirta ini mencerminkan keprihatinan terhadap masih tingginya angka pelanggaran HAM dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Penguatan pengawasan, baik internal maupun eksternal, dianggap sebagai kunci untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas APH. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Sistem pengawasan yang efektif dan efisien, termasuk pemanfaatan teknologi seperti CCTV, menjadi bagian penting dalam upaya reformasi kepolisian dan penegakan hukum secara menyeluruh. Dengan adanya pengawasan yang ketat, diharapkan dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran HAM dan memastikan proses penegakan hukum berjalan dengan adil dan transparan.
RUU KUHAP diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang mampu mengakomodasi kebutuhan akan pengawasan yang lebih efektif dan komprehensif. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penegakan hukum di Indonesia berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan supremasi hukum.
Dengan demikian, fokus utama revisi KUHAP seharusnya diarahkan pada peningkatan mekanisme pengawasan yang lebih kuat dan efektif, bukan pada pengurangan kewenangan APH. Hal ini merupakan langkah penting dalam membangun sistem penegakan hukum yang lebih kredibel dan dipercaya masyarakat.