Senator Desak Revisi UU SJSN: Jaminan Sosial Nasional Harus Maksimal
Senator Filep Wamafma mendesak revisi UU SJSN untuk memenuhi standar minimal jaminan sosial internasional dan melindungi seluruh warga negara Indonesia.

Manokwari, 21 April 2024 - Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, mendesak pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Desakan ini muncul sebagai upaya untuk meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 102 Tahun 1952, yang menetapkan sembilan standar minimal jaminan sosial bagi seluruh masyarakat.
Desakan revisi UU SJSN ini didasari oleh amanat konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara atas jaminan sosial. Filep Wamafma menekankan pentingnya pengembangan diri setiap individu sebagai manusia bermartabat, yang hanya dapat terwujud dengan adanya jaminan sosial yang memadai. Saat ini, Indonesia baru memenuhi tujuh dari sembilan standar minimal yang ditetapkan ILO.
Tujuh program jaminan sosial yang telah dijalankan pemerintah meliputi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Kehilangan Pekerjaan, dan jaminan layanan medis. Namun, masih terdapat dua program yang belum tercakup, yaitu jaminan persalinan dan jaminan sakit. Hal ini menjadi sorotan utama Komite III DPD RI.
Perluasan Jaminan Sosial: Ratifikasi Konvensi ILO dan Revisi UU SJSN
Filep Wamafma menjelaskan bahwa jaminan persalinan, meskipun telah diatur dalam regulasi lain, tidak terintegrasi dalam kerangka jaminan sosial nasional, melainkan masuk dalam lingkup Undang-Undang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, meratifikasi Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 atau merevisi UU SJSN menjadi langkah krusial untuk mewujudkan komitmen pemerintah dalam melaksanakan kerangka kerja internasional.
Komite III DPD RI secara konsisten mendorong pemerintah untuk meningkatkan perlindungan sosial dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh warga negara. Revisi UU SJSN diharapkan dapat memberikan payung hukum yang kuat dan menyeluruh bagi terwujudnya jaminan sosial yang maksimal bagi seluruh lapisan masyarakat.
Filep Wamafma berharap peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2025 mendatang akan membawa kabar baik bagi para pekerja di Indonesia, terutama dalam hal terpenuhinya hak atas jaminan sosial secara optimal. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam meratifikasi konvensi ILO lainnya yang berkaitan dengan hak-hak pekerja.
Delapan Konvensi Inti ILO yang Sudah Diratifikasi Indonesia
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi kurang lebih 18 Konvensi ILO, termasuk 8 Konvensi Inti ILO (Core ILO Convention) yang mengatur hak-hak dasar pekerja. Kedelapan konvensi tersebut antara lain:
- Konvensi ILO No. 29 tentang Penghapusan Kerja Paksa
- Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi
- Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berorganisasi dan Melakukan Perundingan Bersama
- Konvensi ILO No. 100 tentang Pemberian Upah Yang Sama Bagi Para Pekerja Pria dan Wanita
- Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Semua Bentuk Kerja Paksa
- Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan
- Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja
- Konvensi ILO No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak
Revisi UU SJSN diharapkan dapat melengkapi dan memperkuat komitmen Indonesia dalam melindungi hak-hak pekerja dan seluruh warga negara sesuai dengan standar internasional.
Dengan terpenuhinya sembilan standar minimal jaminan sosial, Indonesia akan semakin maju dalam memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Hal ini sejalan dengan cita-cita negara untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.