Sidang Mantan Wali Kota Semarang: Dugaan Pengondisian Perkara Muncul ke Permukaan
Sidang lanjutan kasus korupsi mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu, diwarnai kesaksian mengejutkan terkait dugaan pengondisian penyidikan oleh KPK.

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Senin, 28 April 2024. Sidang ini menghadirkan fakta mengejutkan berupa dugaan upaya pengondisian penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kesaksian Eko Yuniarto, mantan Koordinator Camat Se-Kota Semarang, menjadi sorotan utama dalam persidangan tersebut.
Eko Yuniarto, saat diperiksa sebagai saksi, mengungkapkan bahwa ia pernah dipanggil oleh Wali Kota Hevearita sebelum dirinya dipanggil KPK untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan korupsi penunjukan langsung sejumlah proyek di Kota Semarang. Dalam pertemuan tersebut, Hevearita meminta Eko untuk mengganti ponselnya, namun tetap menggunakan nomor yang sama. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai maksud di balik permintaan tersebut.
Lebih mengejutkan lagi, Eko mengaku mendapat "semangat" dari Hevearita, yang menyatakan bahwa perkara tersebut "sudah dikondisikan." Hevearita bahkan meminta Eko untuk tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK di Gedung BPKP Jawa Tengah. Pernyataan Hevearita, "tenang, sudah dikondisikan, nggak usah datang dulu," menjadi bukti kuat dugaan pengondisian tersebut.
Dugaan Pengondisian dan Pengembalian Uang
Kesaksian Eko Yuniarto semakin memperkuat dugaan adanya upaya pengondisian penyidikan. Ia menjelaskan bahwa saat itu dirinya bertemu Hevearita bersama Direktur Utama Rumah Sakit Wongsonegoro Semarang, Susi Herawati, dan Kabid Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang, Binawan Febrianto. Pemanggilan Eko terkait penunjukan langsung pekerjaan di kecamatan dan kelurahan di Kota Semarang yang dikerjakan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi).
Eko juga mengungkapkan pernah mengembalikan uang sekitar Rp600 juta yang merupakan temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah. Uang tersebut terkait pekerjaan infrastruktur di Kecamatan Pedurungan tahun 2023. BPKP menemukan adanya pengeluaran untuk dokumentasi pelaksanaan proyek dan fee dalam pelaksanaan pekerjaan tanpa lelang. Eko menegaskan bahwa perintah pengembalian uang tersebut berasal dari Wali Kota, bukan dari kontraktor.
Mantan Camat Genuk, Suroto, juga melakukan pengembalian uang serupa senilai Rp600 juta. Rincian pengembalian uang dari camat dan lurah tersebut terdiri dari Rp200 juta untuk biaya dokumentasi dan Rp412 juta untuk komitmen fee. Menariknya, Eko menyatakan bahwa dirinya "tidak pernah menerima fee, tetapi disuruh mengembalikan."
Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai peran Hevearita dalam dugaan korupsi tersebut. Apakah ia hanya terlibat dalam pengondisian penyidikan atau juga terlibat langsung dalam praktik korupsi itu sendiri? Pertanyaan ini masih menunggu jawaban lebih lanjut dari proses hukum yang sedang berjalan.
Dakwaan Terhadap Hevearita dan Suaminya
Sebelumnya, Hevearita G. Rahayu dan suaminya, Alwin Basri (mantan Ketua PKK Kota Semarang), didakwa menerima suap dan gratifikasi totalnya sebesar Rp9 miliar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Rio Vernika Putra, mendakwa keduanya atas tindak pidana suap dan gratifikasi atas tiga perkara berbeda. Kesaksian Eko Yuniarto semakin memperumit kasus ini dan menjadi bahan pertimbangan penting bagi majelis hakim dalam menentukan keputusan akhir.
Proses persidangan masih berlanjut, dan publik menantikan perkembangan selanjutnya untuk mengungkap seluruh fakta dan kebenaran di balik dugaan korupsi dan pengondisian perkara ini. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum sangat penting untuk memastikan keadilan ditegakkan.