Proyek Penunjukan Langsung di Semarang: Kontraktor Diduga Bayar Fee 13 Persen
Sidang kasus korupsi mantan Wali Kota Semarang mengungkap fakta mengejutkan: kontraktor proyek penunjukan langsung diharuskan menyetor fee 13 persen melalui Gapensi.

Pengadilan Tipikor Semarang, pada Rabu, 14 Mei 2024, menjadi saksi terungkapnya dugaan praktik pungutan liar dalam proyek penunjukan langsung di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu, menghadirkan sejumlah pelaksana proyek yang memberikan kesaksian mengejutkan. Mereka mengaku diharuskan menyetor komitmen fee sebesar 13 persen dari nilai proyek melalui Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi).
Salah satu saksi, Direktur CV Sinergi Utama, M. Abdul Hamid, mengungkapkan bahwa dari 12 paket pekerjaan yang ia terima di wilayah Banyumanik dan Semarang Utara senilai Rp1,2 miliar, ia telah menyetor fee sebesar Rp161 juta. "Saya serahkan melalui sekretariat Gapensi," ujarnya dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi. Pengakuan ini menguatkan dugaan adanya sistem pungutan liar yang terstruktur dalam proses pengadaan proyek di Kota Semarang.
Kesaksian serupa juga disampaikan oleh Wakil Sekretaris Gapensi Kota Semarang, Suwarno. Ia membenarkan adanya kewajiban fee 13 persen dari nilai proyek penunjukan langsung. Suwarno menjelaskan bahwa fee tersebut diserahkan kepada Ketua Gapensi Semarang, Martono. "Diserahkan kepada Pak Martono. Namun, tidak dijelaskan untuk apa fee tersebut," kata Suwarno. Pernyataan ini semakin memperkuat dugaan adanya aliran dana yang tidak transparan dan berpotensi merugikan keuangan negara.
Praktik Fee Proyek dan Dampaknya
Pengungkapan praktik fee 13 persen ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek di Kota Semarang. Besaran fee yang cukup signifikan ini berpotensi menghambat proses pembangunan yang efektif dan efisien, serta dapat berdampak pada kualitas proyek itu sendiri. Dugaan adanya aliran dana yang tidak sesuai prosedur juga menimbulkan kekhawatiran akan adanya potensi korupsi yang lebih besar.
Kasus ini juga menjadi sorotan publik karena melibatkan mantan Wali Kota Semarang dan mantan Ketua PKK Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu dan Alwin Basri. Keduanya didakwa menerima suap dan gratifikasi total sebesar Rp9 miliar atas tiga perkara berbeda. Pengungkapan praktik fee proyek ini semakin memperkuat dakwaan terhadap kedua terdakwa dan menunjukkan adanya dugaan keterlibatan mereka dalam jaringan korupsi yang sistematis.
Proses persidangan masih terus berlanjut dan diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik pungutan liar ini. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan.
Langkah-langkah Antisipasi Ke Depan
Kejadian ini seharusnya menjadi momentum bagi Pemerintah Kota Semarang untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengadaan proyek. Peningkatan transparansi dan pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah praktik pungutan liar serupa terjadi di masa mendatang. Mekanisme pengawasan yang lebih efektif, baik internal maupun eksternal, perlu diimplementasikan untuk memastikan setiap rupiah anggaran negara digunakan secara bertanggung jawab dan tepat sasaran.
Selain itu, perlu adanya edukasi dan sosialisasi kepada para kontraktor mengenai aturan dan tata cara pengadaan proyek yang benar. Penting untuk memastikan bahwa semua pihak memahami dan mematuhi peraturan yang berlaku agar tercipta iklim usaha yang sehat dan transparan. Dengan demikian, pembangunan di Kota Semarang dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan, tanpa dibayangi oleh praktik-praktik korupsi.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk menerapkan sistem pengadaan proyek yang lebih transparan dan akuntabel, misalnya dengan menggunakan sistem elektronik yang terintegrasi. Sistem ini dapat meminimalisir potensi penyimpangan dan memudahkan pengawasan. Dengan begitu, kasus serupa dapat dicegah dan kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat dipulihkan.
Kesimpulannya, kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan transparansi dalam setiap proses pembangunan. Perlu adanya komitmen bersama untuk memberantas korupsi dan menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik-praktik pungli.