Tahukah Anda? CORE Sarankan Insentif Perusahaan untuk Cegah PHK Massal dan Genjot Ekonomi Nasional
Lembaga riset CORE merekomendasikan pemberian insentif perusahaan bagi pelaku usaha yang berkomitmen tidak melakukan PHK, demi menjaga stabilitas ekonomi dan mempercepat pemulihan. Simak detailnya!

Lembaga riset terkemuka, Centre of Reform on Economics (CORE), baru-baru ini menyarankan langkah strategis kepada pemerintah Indonesia. Saran ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah tantangan global dan domestik yang terus berkembang. Rekomendasi ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi serta mempertahankan momentum pertumbuhan yang berkelanjutan.
Dalam laporan CORE Mid-Year Economic Review 2025 yang dirilis di Jakarta pada Jumat lalu, CORE menekankan pentingnya intervensi pemerintah. Salah satu poin krusial adalah pemberian insentif bersyarat bagi perusahaan. Insentif ini ditujukan khusus bagi pelaku usaha yang berkomitmen untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Langkah ini dianggap vital untuk melindungi daya beli masyarakat dan menjaga iklim investasi. Dengan memberikan dukungan langsung kepada sektor swasta, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif. Hal ini diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif fluktuasi ekonomi terhadap lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Strategi Insentif Perusahaan dan Dukungan Fiskal untuk Pemulihan
CORE menguraikan beragam bentuk insentif yang dapat diberikan pemerintah kepada perusahaan. Insentif ini dapat meliputi keringanan pajak penghasilan badan, subsidi upah karyawan, hingga akses kredit dengan bunga rendah. Tujuan utama dari kebijakan insentif perusahaan ini adalah untuk meringankan beban operasional perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dapat mempertahankan karyawannya dan menghindari gelombang PHK massal.
Selain pemberian insentif, laporan CORE juga menyoroti pentingnya program padat karya. Program ini, khususnya di sektor infrastruktur dan layanan publik, dapat menjadi solusi jangka pendek yang efektif. Tujuannya adalah untuk menyerap jutaan pekerja informal yang kehilangan kesempatan kerja layak, sekaligus menggerakkan roda ekonomi dari sektor riil.
Pemerintah juga didorong untuk mempercepat eksekusi belanja pemerintah yang bersifat strategis. Untuk mengatasi hambatan realisasi anggaran, CORE merekomendasikan pembentukan fiscal delivery task force. Tim lintas kementerian dan lembaga ini diharapkan mampu mempercepat penyerapan anggaran. Integrasi insentif kinerja dan pelaporan berbasis hasil ke dalam mekanisme penganggaran juga dianggap krusial agar belanja prioritas terealisasi tepat sasaran dan lebih cepat.
Lebih lanjut, CORE menyarankan perluasan dan perpanasan paket stimulus ekonomi. Stimulus ini harus menjangkau lebih banyak rumah tangga menengah ke bawah. Pertimbangan kebijakan diskon tarif listrik juga muncul sebagai rekomendasi. Data menunjukkan bahwa biaya listrik menyumbang rata-rata 10 persen dari total pengeluaran rumah tangga di Indonesia, sehingga diskon dapat meringankan beban ekonomi masyarakat.
Proyeksi Perlambatan Ekonomi dan Tantangan Konsumsi Rumah Tangga
Dalam analisisnya, CORE memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat pada kuartal II 2025. Angka proyeksi berada di kisaran 4,7 - 4,8 persen, turun dari 4,87 persen pada kuartal I. Perlambatan ini diindikasikan oleh beberapa masalah fundamental. Di antaranya adalah konsumsi rumah tangga yang terus melemah, kontraksi belanja pemerintah, serta pertumbuhan investasi yang masih lamban.
Untuk keseluruhan tahun 2025, CORE memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berada di level 4,6 - 4,8 persen. Ini menunjukkan adanya tekanan yang berkelanjutan terhadap kinerja ekonomi nasional. Indeks Penjualan Riil diproyeksikan hanya tumbuh 1,2 persen, atau separuh dari kuartal sebelumnya. Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen terkontraksi 5,1 persen, mencerminkan penurunan optimisme di kalangan konsumen.
Salah satu indikator paling mengkhawatirkan adalah penurunan proporsi tabungan rumah tangga. Angka ini turun dari 16,6 persen menjadi 14,6 persen. Penurunan ini sejalan dengan lonjakan PHK yang mencapai 27,7 persen. Kondisi ini memaksa masyarakat untuk menggerus tabungan mereka demi memenuhi kebutuhan konsumsi dasar. Fenomena ini menggarisbawahi urgensi insentif perusahaan dan langkah-langkah stimulus lainnya.
Data ini menunjukkan bahwa tanpa intervensi yang tepat, tekanan ekonomi dapat semakin membebani masyarakat. Oleh karena itu, rekomendasi CORE mengenai insentif perusahaan dan percepatan belanja pemerintah menjadi sangat relevan. Tujuannya adalah untuk membalikkan tren negatif ini dan memastikan pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.