Tanah Ulayat Bersertifikat di Sumbar Tak Bisa Dijual Sembarangan, LKAAM Pastikan!
Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat memastikan tanah ulayat bersertifikat resmi tak bisa dijual sepihak; penjualan memerlukan kesepakatan seluruh nama tertera dalam sertifikat.

Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat memberikan kepastian hukum terkait jual beli tanah ulayat yang telah bersertifikat resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ketua LKAAM Sumatera Barat, Fauzi Bahar, menegaskan bahwa tanah ulayat bersertifikat tidak dapat dijual secara sepihak oleh seorang datuk atau pihak manapun. Hal ini disampaikannya di Padang, Minggu (13/4).
Penjelasan Fauzi Bahar memberikan gambaran jelas mengenai mekanisme penjualan tanah ulayat bersertifikat. Sertifikat tersebut terdaftar atas nama sejumlah tokoh atau pucuk adat, sehingga persetujuan bersama dari semua pihak yang tercantum di dalam sertifikat menjadi syarat mutlak. Proses jual beli tanah ulayat tidak dapat dilakukan tanpa persetujuan bersama ini.
Lebih lanjut, Fauzi Bahar menjelaskan bahwa jika salah satu nama yang tertera di dalam sertifikat telah meninggal dunia, maka ahli warisnya harus memberikan persetujuan. Ketiadaan persetujuan dari seluruh pihak yang berhak, baik yang masih hidup maupun ahli waris, akan mengakibatkan batalnya proses jual beli dan tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesepakatan bersama dalam pengelolaan tanah ulayat.
Perlindungan Tanah Ulayat yang Lebih Kuat
Fauzi Bahar menekankan bahwa tanah ulayat bersertifikat justru lebih sulit dijual atau digadaikan dibandingkan tanah milik pribadi. Hal ini dikarenakan pendaftaran tanah ulayat dilakukan secara kolektif atau bersama-sama. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap tanah ulayat menjadi lebih kuat dan terjamin.
Ia juga memberikan pesan agar niniak mamak tidak ragu untuk menyertifikatkan tanah ulayat. Menurutnya, proses sertifikasi ini akan memberikan kekuatan hukum yang lebih kuat dan jelas atas kepemilikan tanah ulayat. Hal ini sejalan dengan upaya pelestarian tanah ulayat untuk generasi mendatang.
Fauzi Bahar yang juga merupakan purnawiran TNI AL, menuturkan bahwa gagasan untuk menyertifikatkan tanah ulayat di Minangkabau telah dimulai sejak zaman Gubernur Sumatera Barat Hasan Basri Durin. Tujuannya adalah untuk menjaga dan melestarikan tanah ulayat untuk kepentingan anak cucu di Tanah Minangkabau.
Mewujudkan Cita-cita Pelestarian Tanah Ulayat
Setelah menunggu selama 25 tahun, cita-cita tersebut akhirnya terwujud pada tahun 2024 berkat kebijakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Hadi Tjahjanto. Penerapan sertifikat komunal untuk tanah ulayat telah diujicobakan di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Limapuluh Kota. Kebijakan ini dinilai sangat menguntungkan, terutama bagi tanah pusako tinggi.
Dengan adanya sertifikat komunal ini, diharapkan pengelolaan tanah ulayat di Minangkabau dapat dilakukan dengan lebih tertib dan terjamin secara hukum. Proses jual beli yang melibatkan banyak pihak akan menjadi lebih transparan dan akuntabel. Hal ini akan mencegah terjadinya konflik dan sengketa terkait tanah ulayat di masa mendatang.
Sertifikasi tanah ulayat merupakan langkah penting dalam menjaga kelestarian adat dan budaya Minangkabau. Dengan adanya kepastian hukum, tanah ulayat dapat dikelola secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Minangkabau.
Proses sertifikasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan nilai tanah ulayat dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Namun, tetap penting untuk diingat bahwa penjualan tanah ulayat harus dilakukan secara kolektif dan sesuai dengan aturan adat yang berlaku.
Kesimpulan
LKAAM Sumatera Barat memastikan bahwa tanah ulayat yang telah bersertifikat tidak dapat dijual secara sewenang-wenang. Proses jual beli harus melibatkan seluruh pihak yang tercantum dalam sertifikat dan mendapatkan persetujuan dari mereka. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi tanah ulayat dan memastikan pengelolaannya yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Minangkabau.