BPN Papua Barat Identifikasi 11 Bidang Tanah untuk Sertifikat Hak Pengelolaan Adat
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Papua Barat telah mengidentifikasi 11 bidang tanah untuk penerbitan sertifikat hak pengelolaan komunal bagi masyarakat adat, guna memberikan perlindungan hukum atas tanah ulayat mereka.
Manokwari, 6 Februari 2024 - Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Papua Barat sedang berupaya mempercepat proses pemberian sertifikat hak pengelolaan tanah kepada masyarakat adat. Sebanyak 11 bidang tanah telah diidentifikasi untuk penerbitan sertifikat hak pengelolaan secara komunal, sebuah langkah penting dalam melindungi hak-hak masyarakat adat di wilayah tersebut.
Perlindungan Tanah Ulayat Masyarakat Adat
Kepala BPN Papua Barat, John Wiclif Aufa, menjelaskan bahwa program ini sejalan dengan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024. Proses identifikasi dan sosialisasi kepada masyarakat hukum adat masih terus dilakukan. "Data kami masih kumpul dan masih lakukan sosialisasi ke masyarakat hukum adat terkait dengan penerbitan sertifikat dimaksud," ujar John dalam keterangan pers di Manokwari, Kamis lalu.
Dari 11 bidang tanah yang diidentifikasi, dua terletak di Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk Bintuni. Sisanya tersebar di Kabupaten Sorong Selatan (7 bidang), Kabupaten Tambrauw (1 bidang), dan Kabupaten Maybrat (1 bidang). Program ini bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan atas tanah ulayat masyarakat adat di Papua Barat.
Syarat dan Proses Penerbitan Sertifikat
Penerbitan sertifikat hak pengelolaan ini memiliki persyaratan tertentu. John menjelaskan bahwa tanah yang akan disertifikasi harus berstatus Hak Penggunaan Lain (HPL) dan memiliki Surat Keputusan Bupati atau Wali Kota. Proses pengukuran dan penerbitan sertifikat sendiri tidak dipungut biaya. Namun, penting untuk diingat bahwa sertifikat ini tidak dapat diperjualbelikan karena merupakan kepemilikan bersama masyarakat adat.
Salah satu contoh kasus yang dihadapi adalah Pulau Mansinam di Manokwari. Sertifikat atas nama Suku Doreri sudah siap diterbitkan, namun terkendala oleh Sinode GKI. Hal ini menunjukkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi dalam proses penerbitan sertifikat hak pengelolaan tanah adat.
Tantangan dan Harapan
John mengakui bahwa penerbitan sertifikat tanah hak pengelolaan masyarakat adat di Papua Barat masih menghadapi tantangan. Banyak kawasan yang berstatus hutan lindung, hutan produksi, dan lain sebagainya, yang menghambat proses tersebut. Oleh karena itu, BPN berharap adanya dukungan penuh dari pemerintah daerah di Papua Barat dan Papua Barat Daya agar program ini dapat berjalan lancar dan sesuai ekspektasi.
"Pemerintah daerah mau bantu itu lebih bagus supaya lebih cepat lagi kami terbitkan sertifikat hak pengelolaan," harap John. Kerja sama yang erat antara BPN dan pemerintah daerah sangat krusial untuk memastikan keberhasilan program ini dan memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi masyarakat adat di Papua Barat.
Ke depannya, diharapkan akan ada peningkatan jumlah sertifikat hak pengelolaan yang diterbitkan untuk masyarakat adat di Papua Barat. Hal ini akan memberikan kepastian hukum, mengurangi konflik agraria, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat.
Kesimpulan
Program penerbitan sertifikat hak pengelolaan tanah adat di Papua Barat merupakan langkah signifikan dalam melindungi hak-hak masyarakat adat. Meskipun masih ada tantangan yang perlu diatasi, komitmen dari BPN dan dukungan dari pemerintah daerah sangat penting untuk keberhasilan program ini. Dengan adanya sertifikat ini, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat di Papua Barat.